”Penyakit HIV/AIDS ini seharusnya diobati sejak awal ketika mulai muncul gejalanya. Seperti sariawan, batuk, diare, berat badan menurun, dan nafsu makan menurun,” ujarnya.
”Kalau masih gejala awal masih dapat diobati. Kami menyediakan pengobatan di puskesmas maupun di rumah sakit. Namun, memang terkadang pasien malu dengan tetangga kalau tahu dirinya mengidap HIV/AIDS. Sehingga tidak memilih periksa,” jelasnya.
Ia menambahkan, fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dapat melakukan skrining kepada pasien HIV/AIDS. Dirinya juga meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan media sosial.
”Orangtua juga harus mengawasi putra-putrinya agar berhati-hati ketika bermain medsos. Selain itu pergaulan di lingkungan masyarakat juga harus hati-hati,” imbuhnya.
Murianews, Kudus – Kasus penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mencapai 68 kasus. Jumlah itu tercatat pada Januari 2025 sampai Mei 2025.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus, Nuryanto menyampaikan jumlah kasus tersebut mayoritas disebabkan adanya seks sesama jenis, khususnya dari kalangan lelaki atau guy. Sisanya diakibatkan karena seks bebas.
”Banyak disebabkan karena lelaki seks dengan lelaki (guy). Tidak dipungkiri di Kudus memang ada. Kemudian ada juga yang melakukan seks bebas,” katanya, Selasa (8/7/2025).
Ia menambahkan, perilaku seks sesama jenis memang dapat menyebabkan HIV/AIDS. Penularan biasanya dilakukan lewat dubur. Hal tersebut tergolong membahayakan karena penyebaran bakterinya menjadi cepat.
”Komunitas LSL (lelaki seks dengan lelaki) di Kudus juga ada. Modusnya mereka menyasar remaja. Sedangkan pelakunya rata-rata berusia di atas 13 tahun,” sambungnya.
Untuk mengatasi permasalahan semacam ini, ia menilai perlu dukungan lintas sektoral. Seperti pihak kepolisian dan Satpol PP Kudus.
”Kegiatan sidak di lapangan perlu dilakukan oleh lintas sektoral,” terangnya.
Nuryanto menyampaikan HIV/AIDS sulit untuk diobati apabila kondisinya sudah parah. Akan tetapi dapat ditekan aktivitas virusnya agar tidak semakin berbahaya.
Gejala Awal HIV/AIDS...
”Penyakit HIV/AIDS ini seharusnya diobati sejak awal ketika mulai muncul gejalanya. Seperti sariawan, batuk, diare, berat badan menurun, dan nafsu makan menurun,” ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya pengidap penyakit HIV/AIDS biasanya malu apabila hendak berobat. Padahal menurutnya, ketika masih berupa gejala awal masih dapat dilakukan pengobatan.
”Kalau masih gejala awal masih dapat diobati. Kami menyediakan pengobatan di puskesmas maupun di rumah sakit. Namun, memang terkadang pasien malu dengan tetangga kalau tahu dirinya mengidap HIV/AIDS. Sehingga tidak memilih periksa,” jelasnya.
Ia menambahkan, fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dapat melakukan skrining kepada pasien HIV/AIDS. Dirinya juga meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan media sosial.
”Orangtua juga harus mengawasi putra-putrinya agar berhati-hati ketika bermain medsos. Selain itu pergaulan di lingkungan masyarakat juga harus hati-hati,” imbuhnya.
Editor: Supriyadi