Jumat, 21 November 2025

Di satu sisi, keputusan ini membuka ruang perbaikan, tetapi di sisi lain menimbulkan dilema.

”Permasalahan yang paling mendasar yakni potensi krisis tafsir konstitusi. Bagaimana dengan kepala daerah dan anggota DPRD yang masa jabatannya habis sebelum Pemilu Lokal digelar? Apakah boleh diperpanjang tanpa pemilu? Kalau iya, dasar hukumnya apa? Ini yang kami sebut sebagai problem normatif yang serius,” ujarnya.

Sampai hari ini, menurutnya DPR RI belum mengambil sikap resmi. Komisi II bersama alat kelengkapan dewan lainnya masih melakukan pendalaman.

Namun, yang pasti, apapun kebijakan politik hukum yang akan diambil. Menurutnya semuanya harus berpijak pada kepatuhan terhadap konstitusi.

Salman menambahkan, putusan MK ini juga membawa dampak positif. Beban penyelenggara menjadi lebih ringan, fokus pemilih lebih jelas, dan isu-isu daerah tidak lagi tersapu oleh agenda politik nasional.

Tetapi, tantangan besarnya yakni menjamin transisi ini tidak menciptakan krisis demokrasi.

Sementara itu, Agustinus Eko Rahardjo menekankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 membawa arah baru bagi desain pemilu Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa Bawaslu tidak hanya berperan pada saat pemilu berlangsung. Melainkan juga harus aktif menjaga kualitas demokrasi di luar masa kontestasi.

”Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 jelas memberi arah baru dalam desain pemilu kita. Karena itu, Bawaslu tidak boleh hanya hadir ketika ada pilpres atau pilkada saja. Tugas besar yakni terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi, termasuk di masa jeda kontestasi maupun setelah pemilu usai,” ucapnya.

Komentar

Terpopuler