Kamis, 20 November 2025

Murianews, Jakarta – Tindakan tegas bakal dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada penyelundupan tekstil. Bahkan, kepala negara mempertimbangkan untuk menenggelamkan kapal penyelundup itu.

Itu diungkapkan saat memberikan pengarahan Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Kantor Bappenas, Jakarta sebagaimana disiarkan di kanal YouTube Bappenas RI, Senin (30/12/2024).

Dalam kesempatan itu, Prabowo mengatakan sudah berulang kali memerintahkan jajarannya menghentikan berbagai kebocoran, termasuk penyelundupan tekstil.

Menurutnya, para penegak hukum sangat menentukan eksekusi di lapangan. Sebab, penyelundupan dari luar negeri ke dalam negeri membahayakan kedaulatan Indonesia.

’’Penyelundupan tekstil mengancam industri tekstil kita, mengancam kehidupan ratusan ribu pekerja kita,’’ ungkap Prabowo.

Prabowo pun berjanji segera mencari ahli-ahli hukum. Ia ingin meminta masukan terkait kewenangan apa yang dapat ia berikan pada para aparat.
Bahkan, ia mengungkapkan opsi untuk menenggelamkan kapal penyelundup-penyelundup itu.

’’Tapi kalau dia mengancam kehidupan rakyat Indonesia, kalau perlu kita tenggelamkan kapal-kapal itu!’’ tegasnya.

Biang Kerok Hancurnya Perusahaan Tekstil...

Diketahui, penyelundupan tekstil ke Indonesia memang jadi perhatian banyak pihak dan menimbulkan persoalan.

Banjirnya barang-barang impor itu disebut-sebut menjadi salah satu biang kerok hancurnya banyak perusahaan tekstil dalam negeri.

Terbaru, PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex diputus pailit. Putusan itu tertuang dalam putusan perkara pengadilan negeri nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Semarang pada Senin (21/10/2024).

Sritex disebut memiliki utang hingga mencapai USD 1,6 miliar atau Rp 25 triliun (asumsi kurs Rp 15.695 per dolar AS) pada 28 bank.

Perusahaan di Solo itu sendiri mencoba mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung. Dengan begitu, status pailit Sritex telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 juga dituding menjadi penyebab Sritex dan perusahaan tekstil lain gulung tikar. Beleid itu dianggap memberikan karpet merah impor tekstil, sehingga produsen dalam negeri kalah saing.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler