Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dalam konfrensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Dewan Pers mengatakan pihaknya sudah merampungkan pedoman penggunaan AI bersama-sama dengan konstituen.
Ia mengatakan saat ini, pihaknya masih merapikan dan melengkapinya. Sebab, terdapat kode etik jurnalistik yang tetap harus dipatuhi dalam panduan tersebut.
Ninik menyadari, panduan penggunaan AI untuk produk jurnalistik memang sangat diperlukan. Meski pun, pihaknya telah mengetahui sejumlah media secara individu telah membuat panduan masing-masing.
”Tetapi sebagai payung bagi semua media dengan pers tetap mengeluarkan panduan penggunaan teknologi buatan ini,” katanya.
Murianews, Jakarta – Dewan Pers menyebut pedoman penggunaan AI untuk produk jurnalistik segera disahkan. Saat ini, pedoman itu telah melalui tiga kali proses uji publik.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dalam konfrensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Dewan Pers mengatakan pihaknya sudah merampungkan pedoman penggunaan AI bersama-sama dengan konstituen.
”Kita menyusun pedoman AI bagi teman-teman jurnalis, tunggu saja,” katanya, Senin (20/1/2025).
Ia mengatakan saat ini, pihaknya masih merapikan dan melengkapinya. Sebab, terdapat kode etik jurnalistik yang tetap harus dipatuhi dalam panduan tersebut.
Ninik menyadari, panduan penggunaan AI untuk produk jurnalistik memang sangat diperlukan. Meski pun, pihaknya telah mengetahui sejumlah media secara individu telah membuat panduan masing-masing.
”Tetapi sebagai payung bagi semua media dengan pers tetap mengeluarkan panduan penggunaan teknologi buatan ini,” katanya.
Di kesempatan itu, Ninik juga mengatakan, menyinggung tantangan ke depan bagi dunia jurnalistik. Di antaranya yakni soal bisnis media dan independensi karya jurnalitik di era digital.
Hasilkan Misinformasi dan Disinformasi...
Ninik mengatakan, berbagai survei menyebut kehadiran teknologi buatan seperti AI generatif justru menghasilkan gangguan yang cukup serius dan berimplikasi pada pemahaman masyarakat.
”Di era teknologi buatan begitu banyak sekali informasi-informasi yang menghasilkan gangguan informasi berupa misinformasi mau disinformasi,” ujarnya.
Sayangnya, Ninik melanjutkan, tak semua jurnalis memiliki kapasitas maupun dukungan infrastruktur yang cukup. Sehingga dengan desakan publik yang ingin kecepatan informasi membuat karya yang dihasilkan justru tidak profesional.
”Sementara media pers rilis apapun bentuknya perlu cek fakta dan kebenaran perlu akurasi dan lain-lain. Dan ini juga menjadi tantangan besar bagi saat ini dari sisi jurnalistik berkualitas,” imbuhnya.
Ninik menambahkan, kondisi itu terlihat di mana sampai hari ini, wartawan dengan kompetensi muda, madya, dan utama tidak lebih dari 19 ribu. Sementara jumlah wartawan lebih dari 40 ribu.
Artinya, peningkatan kapasitas jurnalis masih sangat diperlukan dukungan bagi semua pihak terutama tanggung jawab pemerintah, karena pers itu menjadi hak publik, hak publik, hak untuk tahu.
”Pemerintah bagaimana dukungannya agar para jurnalis kita juga memiliki kapasitas. Pertanyaannya adalah apakah sekarang enggak ada dukungan? ada tapi sangat minim,” ujar anggota Dewan Pers dari unsur masyarakat itu.