Lalu, ia berusaha membuat rokok klobot pertamanya bernama Earste yang berarti yang pertama. Pada tahun 1913, ia resmi membuka pabrik rokok dengan produk Tjap Goenoeng Kedoe, Romah, dan Kerandjang.
”Usahanya ini berkembang pesat menjelang pecahnya perang dunia, saat itu ia mempekerjakan sekitar 6000 pekerja, ini menempatkan pabriknya terbesar kedua setelah Nitisemito,” ungkapnya.
Atmowidjojo meninggal pada 1945. Masjid Pringinan atau Masjid Ar-Rasyidun di kawasan Taman Menara Kudus dan tanah wakaf yang kini dibangun Masjid Krapjak atau Masjid Istiqlal Kudus di Desa Kerjasan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus merupakan warisan peninggalannya.
Ia juga menyampaikan wasiat penting kepada anak bungsunya, M Roesdi sebelum meninggal.
Murianews, Kudus – Di balik gemuruh perkembangan industri rokok di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah terdapat seorang sederhana dan memiliki pengaruh pada sejarah kretek. Ia adalah Atmowidjojo.
Atmowidjojo adalah salah satu pelopor industri kretek juga dijuluki sebagai Bapak Saudagar Kretek. Julukan itu diberikan karena anak-anaknya didorong menjadi pengusaha kretek mandiri.
Itu disampaikan Nova David Ariyanto, Storyteller dari Komunitas Cerita Kudus Tuwa dalam agenda Walking Tour, Minggu (29/6/2025).
Nova menyampaikan, selain sebagai Bapak Saudagar Kretek, Atmowidjojo juga merupakan sosok yang sederhana, inspiratif, pekerja keras, dan bersahaja.
Kedermawanan dan kesederhanaannya tercermin dari kebiasaannya berpakaian seadanya dan suka membersihkan halaman sendiri. Bahkan, banyak tamu penting pernah keliru mengira ia hanyalah tukang kebun.
”Selain itu, Atmowidjojo juga dikenal dekat dengan cucu-cucunya. Ia kerap mengundang mereka ke rumah untuk menyanyi dan makan bersama. Anak-anaknya memang bersaing dalam industri rokok, namun ia berusaha menjalin kerukunan lewat momen kekeluargaan,” jelasnya, Minggu (29/6/2025).
Jejak awalnya di dunia industri kretek bermula ketika ia gagal dalam usahanya di tanah rantau, Mojokerto, Jawa Timur.
Bangkit...
Lalu, ia berusaha membuat rokok klobot pertamanya bernama Earste yang berarti yang pertama. Pada tahun 1913, ia resmi membuka pabrik rokok dengan produk Tjap Goenoeng Kedoe, Romah, dan Kerandjang.
”Usahanya ini berkembang pesat menjelang pecahnya perang dunia, saat itu ia mempekerjakan sekitar 6000 pekerja, ini menempatkan pabriknya terbesar kedua setelah Nitisemito,” ungkapnya.
Atmowidjojo meninggal pada 1945. Masjid Pringinan atau Masjid Ar-Rasyidun di kawasan Taman Menara Kudus dan tanah wakaf yang kini dibangun Masjid Krapjak atau Masjid Istiqlal Kudus di Desa Kerjasan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus merupakan warisan peninggalannya.
Ia juga menyampaikan wasiat penting kepada anak bungsunya, M Roesdi sebelum meninggal.
”Pesannya kepada Roesdi yakni, Wong ngalah iku ngarep dadi tata krama, ing mburi nginceng barang kang wingit yang memiliki makna, mengalah bukan berarti kalah, tapi sebuah jalan menuju hal-hal yang berharga di kemudian hari,” ungkapnya.
Editor: Zulkifli Fahmi