Ketiga, mereka mendesak agar pemerintah memprioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
Hal ini mencakup integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.
Keempat, pemerintah didesak mengembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal.
Desakan kelima, yakni tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Keenam, mereka mendesak agar pemertinah menghentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal.
Itu termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta.
Terakhir, mereka mendesak adanya Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.
Murianews, Jakarta – Aliansi Ekonom Indonesia mendesak pemerintah segera mengambil langkah penyelamatan guna mencegah darurat ekonomi yang bisa saja terjadi di Bumi Nusantara ini.
Kelompok yang berisi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi Indonesia itu menilai, perekonomian Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan global.
Sementara di dalam negeri, telah terjadi gelombang protes publik. Menurut Inisiator Aliansi Ekonom Indonesia, Lili Yang Ing, seperti dikutip dari Detik.com, kondisi tersebut merupakan alarm keras untuk pemerintah.
Situasi itu dikhawatirkan akan memicu makin tingginya ketidakadilan sosial. Karenanya, pihaknya pun menyuarakan tujuh desakan penting demi menyelamatkan kondisi ekonomi Indonesia.
Pertama, mereka meminta adanya perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
Desakan ini mencakup pengurangan porsi belanja program populis sebesar Rp 1.414 triliun atau 37,4 persen dari APBN 2026. Porsi belanja itu di antaranya MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih.
Menurut Lili, porsi belanja di sektor itu telah mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.
Kedua, ia mendesak agar pemerintah mengembalikan independensi, transparansi, dan memastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, seperti BI, BPS, BPK, DPR, KPK, agar terbebas dari intervensi politik.
Ketimpangan...
Ketiga, mereka mendesak agar pemerintah memprioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
Hal ini mencakup integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.
Keempat, pemerintah didesak mengembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal.
Desakan kelima, yakni tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Keenam, mereka mendesak agar pemertinah menghentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal.
Itu termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta.
Terakhir, mereka mendesak adanya Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.