Penanganan Sampah di Kudus Butuh Peran Swasta
Anggara Jiwandhana
Kamis, 30 November 2023 19:36:00
Murianews, Kudus – Perkara sampah menjadi satu masalah yang cukup pelik di berbagai wilayah di Indonesia. Keterbatasan tempat pembuangan hingga sampah yang kian hari kian naik volumenya menjadi pekerjaan rumah yang harus segera terselesaikan.
Walau terkesan remeh, permasalahan ini bisa menjadi sebuah masalah pelik jika pada akhirnya banyak pihak tidak tahu harus berbuat apalagi saat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sudah penuh.
Pemerintah, bukan menjadi satu-satunya pihak yang harus memikirkan ini. Masyarakat dan pihak-pihak dalam masyarakat juga harus mengerjakan pekerjaan rumah secara bersama-sama.
Perkara sampah, tak bisa diatasi hanya dari satu arah saja. Diakui atau tidak, pemkab butuh peran swasta untuk menangani masalah ini. Hal ini juga berlaku untuk Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Meski memiliki luas wilayah yang kecil dibanding kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah, nyatanya perkara sampah juga sama saja. Kudus hanya memiliki satu TPA, yakni TPA Tanjungrejo. Jumlah tersebut tidak akan mampu terus-terusan menampung seluruh sampah yang dihasilkan warga Kudus.
Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) bahkan telah memprediksi jika daya tampung TPA tersebut hanya tersisa empat tahun lagi.
Saat ini, Pemkab juga terus menggunakan metode controlled landfill untuk mengontrol tanah. Adapun caranya adalah dengan menimbun sampah dengan lapisan tanah urug. Sehingga wajar kemudian jika sedikit demi sedikit membentuk bukit.
”Mungkin empat sampai lima tahunan kami masih bisa menata dengan cara yang sama seperti ini,” kata Kepala Dinas PKPLH Kudus Abdul Halil.
Karena itulah, Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) meluncurkan program Kudus Asik, sebagai bagian dari upaya swasta membantu pemerintah meningkatkan capaian kota yang bersih dan terjaga lewat pengelolaan sampah berkelanjutan. Utamanya menuju Zero Watste Zero Emission (ZWZE) 2040.
Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji menuturkan, sejak 1979, BLDF telah merintis berbagai upaya menuju zero emission melalui pelestarian lingkungan dan penanaman pohon.
Di tahun ini BLDF melebarkan sayap dengan program tata kelola sampah melalui pengurangan jumlah sampah organik di daerah hulu.
Implementasi dari program ini memiliki inti jika Djarum bersedia menerima sampah organik dari semua pihak di Kabupaten Kudus. Baik itu fasilitas umum seperti pasar hingga kawasan pemukiman warga.
”Kami percaya, inisiatif pengelolaan sampah organik ini, akan berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon,” ungkapnya.
Hingga 2023, BLDF telah mengumpulkan sampah organik yang berasal dari 312 mitra. Terdiri dari katering dan rumah makan, hotel, fasilitas kesehatan dan pendidikan, panti asuhan dan pondok pesantren, mitra korporasi, pasar tradisional, serta masyarakat desa yang berdomisili di Kabupaten Kudus.
Sampah-sampah organic ini kemudian diolah menjadi pupuk kompos dan digunakan untuk program pembibitan tanaman hingga dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Tercatat, ada 50.833 meter kubik kompos yang saat ini telah berhasil diproduksi pengolahan limbah organik BLDF.
Dari jumlah tersebut, 22.492 meter kubik telah diimplementasikan dan dipergunakan untuk pembibitan dan dibagikan pada masyarakat.
Editor: Supriyadi
Murianews, Kudus – Perkara sampah menjadi satu masalah yang cukup pelik di berbagai wilayah di Indonesia. Keterbatasan tempat pembuangan hingga sampah yang kian hari kian naik volumenya menjadi pekerjaan rumah yang harus segera terselesaikan.
Walau terkesan remeh, permasalahan ini bisa menjadi sebuah masalah pelik jika pada akhirnya banyak pihak tidak tahu harus berbuat apalagi saat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sudah penuh.
Pemerintah, bukan menjadi satu-satunya pihak yang harus memikirkan ini. Masyarakat dan pihak-pihak dalam masyarakat juga harus mengerjakan pekerjaan rumah secara bersama-sama.
Perkara sampah, tak bisa diatasi hanya dari satu arah saja. Diakui atau tidak, pemkab butuh peran swasta untuk menangani masalah ini. Hal ini juga berlaku untuk Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Meski memiliki luas wilayah yang kecil dibanding kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah, nyatanya perkara sampah juga sama saja. Kudus hanya memiliki satu TPA, yakni TPA Tanjungrejo. Jumlah tersebut tidak akan mampu terus-terusan menampung seluruh sampah yang dihasilkan warga Kudus.
Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) bahkan telah memprediksi jika daya tampung TPA tersebut hanya tersisa empat tahun lagi.
Saat ini, Pemkab juga terus menggunakan metode controlled landfill untuk mengontrol tanah. Adapun caranya adalah dengan menimbun sampah dengan lapisan tanah urug. Sehingga wajar kemudian jika sedikit demi sedikit membentuk bukit.
”Mungkin empat sampai lima tahunan kami masih bisa menata dengan cara yang sama seperti ini,” kata Kepala Dinas PKPLH Kudus Abdul Halil.
Karena itulah, Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) meluncurkan program Kudus Asik, sebagai bagian dari upaya swasta membantu pemerintah meningkatkan capaian kota yang bersih dan terjaga lewat pengelolaan sampah berkelanjutan. Utamanya menuju Zero Watste Zero Emission (ZWZE) 2040.
Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji menuturkan, sejak 1979, BLDF telah merintis berbagai upaya menuju zero emission melalui pelestarian lingkungan dan penanaman pohon.
Di tahun ini BLDF melebarkan sayap dengan program tata kelola sampah melalui pengurangan jumlah sampah organik di daerah hulu.
Implementasi dari program ini memiliki inti jika Djarum bersedia menerima sampah organik dari semua pihak di Kabupaten Kudus. Baik itu fasilitas umum seperti pasar hingga kawasan pemukiman warga.
”Kami percaya, inisiatif pengelolaan sampah organik ini, akan berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon,” ungkapnya.
Hingga 2023, BLDF telah mengumpulkan sampah organik yang berasal dari 312 mitra. Terdiri dari katering dan rumah makan, hotel, fasilitas kesehatan dan pendidikan, panti asuhan dan pondok pesantren, mitra korporasi, pasar tradisional, serta masyarakat desa yang berdomisili di Kabupaten Kudus.
Sampah-sampah organic ini kemudian diolah menjadi pupuk kompos dan digunakan untuk program pembibitan tanaman hingga dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Tercatat, ada 50.833 meter kubik kompos yang saat ini telah berhasil diproduksi pengolahan limbah organik BLDF.
Dari jumlah tersebut, 22.492 meter kubik telah diimplementasikan dan dipergunakan untuk pembibitan dan dibagikan pada masyarakat.
Editor: Supriyadi