Kajari Kudus Henriyadi W Putro dalam konferensi pers pun mengungkapkan peran RKHA alias Rini Kartika Hadi Ahmawati dalam kasus korupsi tersebut. RKHA (Rini) terbukti membuat kesepakatan dengan konsultan dan pengembang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
”Sudah ada konsipari atau kesepakatan dan komunikas antara RKHA dengan pengembang. Yang jelas ada pembagian persentase dari hasil pekerjaan yang dijalankan,” ucap Kajari, Selasa (4/3/2025).
Atas hal tersebutlah Ia bersalah karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai PPK dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan etika profesi.
”Seharusnya dia (RKHA) dalam kegiatan ini mestinya dia mengetahui bagaimana prosesnya. Namun selama ini dia hanya memberikan kepercayaan kepada konsultan, dia harusnya tahu mekanisme karena RKHA PPK,” tekan Kajari.
Sementara SK, terbukti secara hukum menerima dan memborongkan pekerjaan tersebut sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak.
”Sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi atau kontrak,” ungkapnya.
Kejaksaan Negeri Kudus sebelumnya juga telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi tanah urug di SIHT Kudus ini. Mereka adalah HY dan AAP. Keduanya terbukti melakukan perbuatan yang merugikan negara sebesar Rp 5,29 miliar.
HY merupakan konsultan perencana proyek tanah urug SIHT Kudus. Ia terbukti melakukan perencanaan dengan membengkakkan anggaran.
Berdasarkan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai pekerjaan tanah urug SIHT Kudus hanya sekitar Rp 4 miliar-an. Sementara HY melakukan pembengkakan anggaran hingga Rp 9,1 miliar.
Sementara AAP merupakan pemenang E-Catalog untuk pengerjaan tanah urug SIHT Disnaker Kudus. Ia terbukti melakukan kerja sama ulang dengan pihak lain dengan nominal yang tidak sesuai kontrak.
Murianews, Kudus – Rini Kartika Hadi Ahmawati (RKHA), Kepala Disnaker Kudus, Jawa Tengah, resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi SIHT Kudus. Ia bersama satu pengembang berinisial SK pun kini sudah ditahan di Rutan IIB Kudus selama 20 hari ke depan.
Kajari Kudus Henriyadi W Putro dalam konferensi pers pun mengungkapkan peran RKHA alias Rini Kartika Hadi Ahmawati dalam kasus korupsi tersebut. RKHA (Rini) terbukti membuat kesepakatan dengan konsultan dan pengembang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
”Sudah ada konsipari atau kesepakatan dan komunikas antara RKHA dengan pengembang. Yang jelas ada pembagian persentase dari hasil pekerjaan yang dijalankan,” ucap Kajari, Selasa (4/3/2025).
Atas hal tersebutlah Ia bersalah karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai PPK dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan etika profesi.
”Seharusnya dia (RKHA) dalam kegiatan ini mestinya dia mengetahui bagaimana prosesnya. Namun selama ini dia hanya memberikan kepercayaan kepada konsultan, dia harusnya tahu mekanisme karena RKHA PPK,” tekan Kajari.
Sementara SK, terbukti secara hukum menerima dan memborongkan pekerjaan tersebut sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak.
”Sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi atau kontrak,” ungkapnya.
Kejaksaan Negeri Kudus sebelumnya juga telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi tanah urug di SIHT Kudus ini. Mereka adalah HY dan AAP. Keduanya terbukti melakukan perbuatan yang merugikan negara sebesar Rp 5,29 miliar.
HY merupakan konsultan perencana proyek tanah urug SIHT Kudus. Ia terbukti melakukan perencanaan dengan membengkakkan anggaran.
Berdasarkan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai pekerjaan tanah urug SIHT Kudus hanya sekitar Rp 4 miliar-an. Sementara HY melakukan pembengkakan anggaran hingga Rp 9,1 miliar.
Sementara AAP merupakan pemenang E-Catalog untuk pengerjaan tanah urug SIHT Disnaker Kudus. Ia terbukti melakukan kerja sama ulang dengan pihak lain dengan nominal yang tidak sesuai kontrak.
Awal Kasus...
Kejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah mengonfirmasi adanya tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek SIHT Kudus milik Disnaker Perinkop UKM Kudus.
Adapun rincian dugaan tipikornya adalah bahwa pada tahun 2023 dinas ketenagakerjaan melakukan kegiatan pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) yang salah satunya terdapat pekerjaan Urug yang memiliki volume 43.223 m².
Selanjutnya, dalam pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan metode E-Catalog dengan pemenang berkontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.163.488.000 dengan harga satuan sebesar Rp 212.000.
Oleh direktur tersebut pekerjaannya tidak dikerjakan langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan oknum bernama SK dengan nilai kontrak yang disunat sebesar Rp 4.041.350.500 (harga satuan Rp 93.500) tanpa sepengetahuan PPK
Yang paling parah, kemudian oleh oknum SK tersebut penyelesaianya kembali dikerjasamakan lagi dengan oknum AK dengan nominal yang kembali disunat dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp 3.112.056.000 (harga satuan Rp 72.000) tanpa sepengetahuan PPK.
Selain itu ditemukan fakta bahwa bahan material yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari sesuai dengan surat dukungan.