Bertahun-tahun dia menjadi seorang guru BK di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Kudus, Jawa Tengah, namun curhatan, keluhan dan aduan dari muridnya cukup jarang ia temui. Jika tidak menangani aduan yang berat sekali, maka tidak ada aduan atau curhatan sama sekali.
Jarang pula, ia jumpai siswa-siswi mengisi sebuah kotak kaca itu. Kotak aduan yang seharusnya diperuntukkan bagi siswa-siswi yang mengalami masalah dan ingin mengadukan atau berkonsultasi kepada guru BK itu, dalam tanda kutip kurang laku.
Dalam hatinya kemudian bertanya-tanya. Apakah memang kondisinya begitu kondusif dan tanpa masalah, atau malah bak fenomena gunung es. Banyak masalah, tapi banyak faktor juga yang menyebabkan masalah-masalah tersebut tidak bisa disampaikan ataupun tersampaikan.
”Biasanya itu kan anak-anak datang ke Ruang BK untuk mengadukan masalahnya seperti bullying atau masalah-masalah anak remaja pada umumnya, namun sekarang banyak anak jarang menceritakannya,” kata Lilik pada Murianews.com, Rabu (9/10/2025).
Berbekal dari rasa penasaran dan kesadaran itu, ia mencoba menelaah dan memahami situasi. Ia kemudian menyadari jika menangani remaja masa kini, jelas berbeda dengan masa remajanya dulu. Atau setidaknya, beberapa tahun ke belakang.
Lilik mencoba menelaah kondisi. Di era kini, para remaja jarang membuka diri secara langsung, namun satu hal yang sudah pasti, mereka melek akan teknologi. Banyak dari mereka lebih memilih untuk melampiaskan kekesalannya di akun-akun media sosial alternatifnya.
Bercerita di sana, mengungkapkan emosinya dengan akun-akun kedua yang hanya diketahui mereka sendiri.
Murianews, Kudus – Awal bulan Oktober tahun 2022, Lilik Iriyani Kusumaningrum mulai gelisah takkala Kotak Masalah yang disediakan di depan ruang bimbingan konseling (BK) sekolah tempatnya mengabdi, nyaris tak pernah terisi.
Bertahun-tahun dia menjadi seorang guru BK di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Kudus, Jawa Tengah, namun curhatan, keluhan dan aduan dari muridnya cukup jarang ia temui. Jika tidak menangani aduan yang berat sekali, maka tidak ada aduan atau curhatan sama sekali.
Jarang pula, ia jumpai siswa-siswi mengisi sebuah kotak kaca itu. Kotak aduan yang seharusnya diperuntukkan bagi siswa-siswi yang mengalami masalah dan ingin mengadukan atau berkonsultasi kepada guru BK itu, dalam tanda kutip kurang laku.
Dalam hatinya kemudian bertanya-tanya. Apakah memang kondisinya begitu kondusif dan tanpa masalah, atau malah bak fenomena gunung es. Banyak masalah, tapi banyak faktor juga yang menyebabkan masalah-masalah tersebut tidak bisa disampaikan ataupun tersampaikan.
”Biasanya itu kan anak-anak datang ke Ruang BK untuk mengadukan masalahnya seperti bullying atau masalah-masalah anak remaja pada umumnya, namun sekarang banyak anak jarang menceritakannya,” kata Lilik pada Murianews.com, Rabu (9/10/2025).
Berbekal dari rasa penasaran dan kesadaran itu, ia mencoba menelaah dan memahami situasi. Ia kemudian menyadari jika menangani remaja masa kini, jelas berbeda dengan masa remajanya dulu. Atau setidaknya, beberapa tahun ke belakang.
Lilik mencoba menelaah kondisi. Di era kini, para remaja jarang membuka diri secara langsung, namun satu hal yang sudah pasti, mereka melek akan teknologi. Banyak dari mereka lebih memilih untuk melampiaskan kekesalannya di akun-akun media sosial alternatifnya.
Bercerita di sana, mengungkapkan emosinya dengan akun-akun kedua yang hanya diketahui mereka sendiri.
Ruang digital...
Berawal dari hal tersebutlah, Lilik kemudian menemukan sebuah ide. Ia ingin menciptakan sebuah ruang digital di mana para siswa bebas untuk curhat dengan privasi yang aman dan terjaga.
Dengan begitu, harapannya, curhatan-curhatan negatif di media sosial yang diunggah anak didinya bisa berkurang.
”Ketika ada ruang digital yang aman dan nyaman untuk anak mengeluarkan uneg-unegnya, juga itu ditanggapi dengan bijak, maka anak akan lebih senang mengeluarkan uneg-uneg di sana. Ketika itu terwujud, tentu harapannya unggahan-unggahan negatif tentang uneg-uneg di media sosial mereka bisa berkurang, anak bisa lebih bijak memanfaatkan media sosialnya,”
Lilik berandai, ruang digital yang ingin dia ciptakan ini nantinya bisa membuat para siswa bebas menceritakan apapun yang mereka mau dan melaporkan hal-hal yang dianggapnya menyimpang di lingkungan sekolah di ruang digital tersebut dengan rasa aman dan nyaman.
”Dibuat bagaimana ya agar anak itu mau cerita, kemudian jelas juga identitasnya. Jadi kita penanganannya pun tepat sasaran. Anak bisa terselesaikan masalahnya kalau mau curhat kepada kita sebagai gurunya,” tambahnya.
Namun, ia sadar jika cakupan dan keinginannya tersebut masih terlalu luas. Di awal rintisan, harus ada consern khusus untuk menciptakan sebuah ruang digital yang memiliki tujuan dan manfaat yang jelas bagi para penggunanya, dalam hal ini anak didiknya di SMPN 5 Kudus.
Ia kemudian mengungkapkan idenya pada rekan gurunya. Melalui sekian diskusi dan dari sekian banyaknya masalah pada remaja, ia menghadap kepala sekolah dan mengkonsultasikan sejumlah idenya.
Semua sepakat, semua mendukung. Lalu, dipilihlah fokus pada penanganan Bullying atau perundungan. Masalah ini bisa dibilang cukup serius bagi remaja yang sedang menemukan jati dirinya.
Kerja sama...
Sadar tidak bisa menciptakan aplikasi sendiri, Ia kemudian mengajak guru Teknologi Informatika (TIK) Dian Noor Arif untuk membuat aplikasi dengan konsen untuk pengaduan dan pencegahan perundungan siswa SMPN 5 Kudus.
Keingiannya membuat sebuah ruang digital yang ramah dan aman bagi anak didiknya untuk curhat dan melaporkan aksi perundungan sudah bulat. Ditambah lagi dukungan dari para rekan sejawatnya membuatnya semakin bersemangat.
”Ini dari internal semua perancangnya, aplikasi iniajuga hasil karya guru SMP 5 Kudus,” tuturnya.
Tanggal 28 Oktober 2022, terbitlah aplikasi Si Andung Esmaku, akronim dari Sistem Anti Perundungan SMP 5 Kudus. Siswa, dapat mengaksesnya melalui barcode yang sudah disediakan, atau juga melalui laman resmi sekolah.
Awal berjalan, tentu aplikasi ini perlu diperkenalkan pada siswa. Trial-error juga masih dilansungkan selama kurang lebih di akhir tahun 2022. Lilik menyebut semua butuh waktu dan proses.
Di awal peluncurannya, aplikasi ini berfokus pada pencegahan dan penanggulangan perundungan alias Bullying di lingkungan sekolah. Selain ada fitur aduan, aplikasi Si Andung Esmaku ini juga menyediakan layanan materi pencegahan bullying.
Namun, seperti tujuan awal, ia ingin membuat sebuah ruang digital yang ramah dan aman bagi anak untuk curhat kepada gurunya secara tidak langsung. Maka ditambahkan pula fitur curhat sebagai bentuk pengembangannya.
Mulai diterima...
Tahun 2023, aplikasi Si Andung Esmaku mulai diterima dan dimanfaatkan para siswa. Mereka mulai mengadu, curhat atau hanya sekedar mencoba aplikasi tersebut. Seratusan lebih aduan, tercatat pada tahun pertamanya.
”Maintenance tiap semester kita evaluasi. Di awal, anak-anak awalnya dibatasi maksimal bisa curhat atau mengadukan sekitar tiga kali, namun terus kami perbaharui dan kami upgrade lagi,” sambungnya.
Hingga di tahun ini, hampir genap tiga tahun aplikasi berjalan, aplikasi Si Andung Esmaku mulai mendapat hati siswa-siswi. Yang awalnya hanya seratusan aduan, kemudian meningkat menjadi dua ratusan, lalu tiga ratusan tiap semesternya.
Pertumbuhan pengguna juga pesat terjadi, seiring dengan mudahnya akses login Si Andung Esemaku ini. Meski memang, di tiap tahunnya akan ada pengurangan jumlah user karena siswa-siswi kelas sembilan yang sudah lulus, akunnya akan dihapus oleh admin pengelola.
”Mereka kini pakai NISN untuk masuk ke aplikasi, jadi cukup mudah dan tidak ribet. Karena memang tujuan awalnya adalah menciptakan ruang digital yang ramah dan aman bagi anak untuk bercerita masalah sehari-harinya,” tambah lilik.
Makin banyak user, makin banyak pula aduan dari anak-anak didiknya. Mulai dari yang sepele, hingga yang membutuhkan bimbingan konseling lanjutan secara tatap muka. Satu tujuannya tercapai, anak bisa terbuka dengan masalahnya dan pemecahan masalah bisa dilakukan secepatnya.
”Ada yang curhat meminta saran tentang bagaimana mengatur waktu belajar, ada juga yang curhat kalau si anak ini kerap dipanggil dengan nama orang tuanya. Kalau bullying, sejauh ini dan semoga tidak sampai terjadi ya, belum ada yang berat,” tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, ruang digital inipun dikembangkan kembali. Ditambahkanlah fitur berbagi praktik baik. Memang bukan seperti platform media sosial lainnya. Fitur ini masih bergantung pada media sosial mainstream seperti TikTok, YouTube, Instagram, X hingga Facebook.
Fitur Wali Murid...
Siswa-siswi, mengunggah karya-karya bertema praktik anti bullying di media sosialnya masing-masing. Kemudian postingan tersebut dikolaborasikan dengan akun resmi dari SMPN 5 Kudus.
Setelah hal tersebut selesai, mereka ceritakan apa saja yang dilakukannya sebagai bentuk berbagi praktik baik di aplikasi.
Atau bisa juga, anak hanya menceritakan apa saja hal baik yang pernah dia lakukan selama di lingkungan sekolah, kemudian dari pihak admin yaitu guru BK memberikan tanggapan berupa apresiasi baik.
”Tujuannya ya untuk memotivasi anak-anak supaya bisa berbuat hal-hal baik yang bermanfaat, juga bisa lebih bijak menggunakan media sosialnya,” ujarnya.
Belum cukup sampai di situ, pihaknya juga ikut menambahkan fitur bagi wali murid. Nyatanya, pemecahan masalah siswa tidak lepas dari peran orang tua. Apabila membutuhkan penanganan serius, para orang tua juga perlu tahu apa yang sedang dihadapi buah hatinya.
Ataupun jika tidak demikian, orang tua juga bisa berkonsultasi mengenai perkembangan anaknya di sekolah. Mirip seperti konseling pada umumnya, namun ini di dalam ruang digital yang orang tua juga bisa memanfaatkannya untuk memantau perkembangan anaknya lebih intens.
Mereka diberi akun khusus untuk wali murid. Sehingga tetap ada rasa aman karena privasi yang terjaga.
Ruang digital ini pun berhasil memberi dampak ke dunia nyata, setidaknya untuk saat ini. Tujuan pencegahan dan menekan angka perundungan sudah memberi dampak. Lilik menyebut dirinya cukup puas dengan pencapaian Si Andung Esmaku.
Nambahi gawe...
Meski memang, mulai banyak kalimat yang membuatnya kepikiran meski hanya sepintas saja untuk terus mengembangkan aplikasi tersebut.
”Ada yang berkata ngopo to kok nambahi gawean wae (Kenapa mau nambah kerjaan), tapi saya tidak mempermasalahkan itu. kalau orang lain memiliki persepsi demikian ya silahkan, tapi saya tidak,” tekannya.
Bagi Lilik, menjadi orang yang dipercaya siswa meski secara tidak langsung adalah sebuah kebahagian tersendiri. Apalagi, dia kini sudah dikontrak oleh negeri untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, ia ingin semaksimal mungkin mengabdi di bidang yang ia geluti kini.
”Senang rasanya anak punya sebuah ruang digital di mana mereka bisa bebas bercerita, bebas berkeluhkesah yang mana itu secara langsung akan mengubah pola bermedia sosial mereka. Yang awalnya curhat di media sosial, kini tak jarang mereka bilang Ndung-Ndung (Si Andung Esmaku), aku mau curhat di aplikasi,” katanya.
Melihat potensi yang besar ini, tak jarang aplikasi Si Andung diikutkan dalam lomba-lomba inovasi. Hasilnya pun cukup menggembirakan. Mulai dari juara kedua di tingkat kabupaten, hingga menjadi satu-satunya terobosan aplikasi dari SMP yang bisa tembus ke finalis KIPP nasional.
SMPN 5 Kudus juga gerak cepat dalam mematenkan aplikasi ini. Mereka mendaftarkan si Andung Esmaku di Kementerian Hukum untuk memperoleh hak cipta dengan nomor EC002025122508.
Berkat Si Andung juga, SMPN 5 sudah dua kali ini mendapat kunjungan dari Kementerian Pendidikan yang waktu itu bernama Kemendikbud.
”Tentu senang, kami menerima kunjungan dari pusat. Dari tujuan awal yang ingin menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman untuk anak curhat, kini bisa merembet manfaatnya ke mana-mana. Baik untuk anaknya, orang tuanya dan kami sebagai gurunya,” sambung Lilik.
Ia pun masih berandai bisa mengembangkan aplikasi Si Andung menjadi aplikasi yang lebih kompleks dan lebih bermanfaat lagi.
Tak sekedar ruang digital...
Tidak hanya sebagai aplikasi perundungan saja, tidak pula sekedar penyedia ruang digital bercerita yang aman dan nyaman bagi anak, tapi juga memiliki andil lebih besar dalam mempengaruhi siswa-siswinya untuk bijak bermedia sosial di era yang serba terbuka ini.
”Anak-anak bisa lebih terbuka, sehingga perundungan terminimalisir, konten media sosialnya juga bisa lebih berisi hal-hal positif lagi, saya sudah dikontrak oleh negara, saya ingin semaksimal mungkin menjalani kewajibannya meski membutuhkan waktu ekstra, ” tutupnya.
Sang pembuat aplikasi, Dian Noor Afif juga demikian. Meski mengorbankan waktu senggang selepas mengajarnya, ia tetap senang bisa membuat sebuah ruang digital yang bisa bermanfaat bagi para siswa.
”Meski butuh meluangkan waktu karena diawal pembuatan tidak ada membantu, tapi untuk saat ini pada tahap pengembangan sudah ada teman guru yang membantu,” tuturnya.
Bagi Dian, aplikasi yang sudah bermanfaat untuk semua murid SMPN 5 Kudus ini adalah bayaran yang setimpal atas kerja kerasnya membuat sebuah ruang digital tersebut.
”Terutama untuk murid yang introvert ya, yang mungkin susah untuk mengungkapkan secara verbal jikalau ada permasalahan terutama bullying,” tutupnya.
N, adalah salah satu siswa kelas IX yang merasakan manfaat dari adanya Si Andung Esmaku ini. Dia, menerima perlakuan yang kurang menyenangkan dari teman kelasnya.
N yang introvert merasa tidak punya keberanian untuk datang langsung menemui guru BK di sekolah. Kotak aduan juga dirasa belum menjadi solusi yang tepat untuk pemecahan masalahnya.
Pemecahan masalah...
Akhirnya ia memberanikan diri men-download Si Andung Esmaku dan memanfaatkan fitur currhat di sana.
Guru Admin mengetahui permasalahannya, mereka membeli solusi juga saran sebagai bentuk lanjutan apa yang harus dilakukan ke depannya bila diperlakukan seperti itu kembali.
Secara pribadi, ia merasa sangat dibantu dengan adanya aplikasi ini. ”Saya curhat dan ternyata direspon dari Si Andung ini. Saya merasa lega, bisa dibantu oleh guru,” pungkasnya.
Siswa lainnya, RA juga pernah mengunakan aplikasi Si Andung Esmaku ini. Dia menggunakannya kurang lebih sebanyak dua kali.
”Yang pertama memang aduan yang kedua curhatan, intinya terbantu sekali,” tutupnya.
Ruang digital yang diciptakan para guru SMPN 5 Kudus ini memang masih berskala kecil dan tentunya masih memiliki potensi untuk dikembangkan.
Meskipun demikian, langkah-langkah kecil ini setidaknya bisa mencegah kasus-kasus perundungan hingga postingan-postingan umpatan yang biasanya kerap dijumpai dengan akun-akun anonim.
Dengan Si Andung Esmaku, siswa-siswi SMPN 5 Kudus memiliki memiliki ruang digitalnya sendiri untuk bisa terbuka terkait masalah-masalahnya kepada guru. Walau belum sempurna, setidaknya dampak-dampak nyata dirasakan sebagian siswanya.