Ketua Celcius Jepara, Didid ES menyatakan, ada beberapa temuan yang didapatkan pihaknya terkait hal ini. Beberapa perusahaan asing yang membuka pabrik besar di Jepara justru melakukan pelanggaran ini.
PT Formosa Bag Indonesia, disebut Didid terindikasi melakukan pelanggaran soal dokumen AMDAL mereka. Perusahaan yang membuka usaha di Desa Sengon Bugel, Mayong ini, diduga menggunakan dokumen AMDAL yang sama untuk beberapa usaha.
”PT Formosa menggunakan sebagian bangunannya untuk operasional PT Jinlin (koper), bahkan digunakan juga oleh PT Jiale (Garmen). Hal ini jelas menyalahi aturan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta menyimpang dari Dokling (AMDAL) yang diterbitkan,” ujar Didid, menyampaikan temuannya.
Idikasi pelanggaran aturan juga diduga terjadi di PT Jiale, yang mengalihkan sebagian proses produksinya di PT Formosa. Sebab kegiatan ini tanpa dilengkapi dengan perubahan dokling (Dokumen Lingkungan).
Selain itu, existing Jiale juga sudah dilakukan kegiatan pembangunan. Padahal dokling yang menjadi syarat bagi beroperasinya usaha itu belum diterbitkan oleh pihak berwenang.
Berikutnya, idikasi pelanggaran juga terjadi di PT Jinlin yang membuka usaha dilokasi yang sama dengan PT Formosa. Perusahaan ini belum memiliki bangunan untuk kegiatan produksi, namun kenyataannya sudah beroperasi.
”PT Jinlin, bangunan belum terselesaikan tetapi sudah beroperasi dengan menggunakan bangunan milik PT Formosa,” kata Didid memberikan penjelasan mengenai temuan lembaganya.
Tidak hanya itu, indikasi pelanggaran lingkungan hidup juga terjadi di PT HWI yang memiliki puluhan ribu pekerja. Perusahaan ini sebelumnya sudah mendapatkan teguran dari Gakkum KLHK terkait Dokling Existing mereka.
Dokumen lingkungan yang seharusnya mereka cukupi sampai saat ini belum dipenuhi. Namun pada kenyataannya PT HWI tetap melanjutkan bangunannya dan bahkan sudah meresmikan operasionalnya.
Murianews, Jepara – Sejumlah perusahaan asing di Jepara, diduga banyak yang melakukan pelanggaran Lingkungan hidup. Temuan atas indikasi pelanggaran lingkungan ini disampaikan LSM Celcius Jepara.
Ketua Celcius Jepara, Didid ES menyatakan, ada beberapa temuan yang didapatkan pihaknya terkait hal ini. Beberapa perusahaan asing yang membuka pabrik besar di Jepara justru melakukan pelanggaran ini.
PT Formosa Bag Indonesia, disebut Didid terindikasi melakukan pelanggaran soal dokumen AMDAL mereka. Perusahaan yang membuka usaha di Desa Sengon Bugel, Mayong ini, diduga menggunakan dokumen AMDAL yang sama untuk beberapa usaha.
Dokumen AMDAL yang diterbitkan oleh DLH Jepara seharusnya memunculkan pengawasan terhadap operasional PT Formosa. Namun ketika terjadi indikasi pelanggaran terhadap LH, tidak ada teguran atau bahkan sanksi yg diberikan pada perusahaan tersebut.
”PT Formosa menggunakan sebagian bangunannya untuk operasional PT Jinlin (koper), bahkan digunakan juga oleh PT Jiale (Garmen). Hal ini jelas menyalahi aturan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta menyimpang dari Dokling (AMDAL) yang diterbitkan,” ujar Didid, menyampaikan temuannya.
Idikasi pelanggaran aturan juga diduga terjadi di PT Jiale, yang mengalihkan sebagian proses produksinya di PT Formosa. Sebab kegiatan ini tanpa dilengkapi dengan perubahan dokling (Dokumen Lingkungan).
Selain itu, existing Jiale juga sudah dilakukan kegiatan pembangunan. Padahal dokling yang menjadi syarat bagi beroperasinya usaha itu belum diterbitkan oleh pihak berwenang.
Berikutnya, idikasi pelanggaran juga terjadi di PT Jinlin yang membuka usaha dilokasi yang sama dengan PT Formosa. Perusahaan ini belum memiliki bangunan untuk kegiatan produksi, namun kenyataannya sudah beroperasi.
”PT Jinlin, bangunan belum terselesaikan tetapi sudah beroperasi dengan menggunakan bangunan milik PT Formosa,” kata Didid memberikan penjelasan mengenai temuan lembaganya.
Tidak hanya itu, indikasi pelanggaran lingkungan hidup juga terjadi di PT HWI yang memiliki puluhan ribu pekerja. Perusahaan ini sebelumnya sudah mendapatkan teguran dari Gakkum KLHK terkait Dokling Existing mereka.
Dokumen lingkungan yang seharusnya mereka cukupi sampai saat ini belum dipenuhi. Namun pada kenyataannya PT HWI tetap melanjutkan bangunannya dan bahkan sudah meresmikan operasionalnya.
Pembangunan Pasar Bangsri Juga Terindikasi....
Diluar itu, Celcius juga menemukan adanya indikasi pelanggaran dalam proses pembangunan Pasar Bangsri yang dilakukan DPUPR Jepara. Proses pembangunan pasar ini dinilai menyalahi prosedur dalam penyusunan Doklingnya.
“Pembangunan Pasar Bangsri dimulai tahun 2018, tetapi sosialisasi AMDAL baru dilakukan tahun 2020. Karena keberlanjutan tersebut maka diterbitkanlah Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Di mana dokumen ini bukan diperuntukan bagi bangunan yg baru dimulai,” jelas Didid.
“Dari beberapa temuan tersebut, kami mohon ada pengambilan sikap yang tegas dari Pemkab Jepara, agar investasi berikutnya tidak semakin rancu atau bahkan semrawut karena ketidakpahaman masing-masing pihak,” tegasnya.
Menurutnya, di daam UU Cipta Kerja juga sudah jelas disebutkan bagaimana aturan main penyusunan Dokling. Termasuk bagaimana prosedur serta sanksi yang akan diberikan pada pemrakarsa yang menyalahi aturan.
Diluar temuan-temuan itu, Celcius Jepara juga mengklaim telah mendapatkan bentuk-bentuk pelanggaran di luar pelanggaran Lingkugan hidup. Itu berkaitan dengan hak-hak pekerja di PT Jiale.
Sesuai dengan Peraturan Perusahaan, ada kewajiban bagi perusahaa untuk memberikan tambahan kalori bagi pekerja yang menjalani kerja lembur minimal 4 jam. Mereka berhak mendapatkan tambahan sekurang-kurangnya 1400 kalori.
Namun dalam prakteknya, mereka hanya diberi 1 (satu) bungkus produk sari gandum yang kadungan kalorinya hanya 360 kalori. Berdasarkan temuan ini, ada kekurangan sebesar 1.040 kalori bagi tiap pekerja yang lembur.
Ironisnya, hak tambahan kalori tersebut dari bulan Desember 2022 baru diberikan pada Agustus 2023. Dengan demikian, selama 8-9 bulan para pekerja lembur baru menerima hak tambahan kalori tersebut dalam waktu seketika.
”Untuk itu, kami mohon persoalan ini harus terselesaikan dengan baik, tidak sekedar mohon maaf. Tetapi harus benar-benar dipertanggungjawabkan sesuai prosedur dan PP yg berlaku,” tutup Didid, Sabtu (5/5/2024).