Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan jika sektor pertanian mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim.

Perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara telah menyebabkan produksi pertanian menurun secara signifikan.

Fenomena iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan menyebabkan luas tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin meluas. Hal ini berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional.

”Dampak perubahan iklim yang demikian besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Jika tidak, maka ketahanan pangan nasional akan terancam,” ujar Dwikorita mengutip laman resmi BMKG, Rabu (2/8/2023).

Menurutnya, para petani harus memiliki pengetahuan tentang fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya agar dapat menghadapinya dengan lebih baik.

”Dengan mengetahui lebih dini, petani dapat melakukan perencanaan mulai dari penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, pengelolaan air, dan lain sebagainya,” tambahnya.

Dwikorita juga menegaskan, BMKG berusaha membantu petani memahami informasi iklim melalui sekolah lapangan iklim (SLI). Harapannya, petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan informasi dan prakiraan cuaca dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim saat ini.

Selain itu, Dwikorita juga mengungkapkan bahwa fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif yang terjadi akan membuat musim kemarau tahun ini lebih kering. Curah hujan diperkirakan akan berada pada kategori rendah hingga sangat rendah.

”Puncak kemarau kering ini diprediksi akan terjadi di bulan Agustus hingga awal bulan September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022,” kata Dwikorita.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler