Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menyatakan jika pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berpotensi mengurangi jumlah tempat tidur di rumah sakit swasta.

Ketua Umum ARSSI, Iing Ichsan Hanafi mengungkapkan, penerapan 12 kriteria KRIS, termasuk pembatasan jumlah tempat tidur dalam satu ruangan, akan berdampak langsung pada kapasitas rumah sakit.

”Dengan maksimal 4 tempat tidur dalam satu ruangan, yang sebelumnya bisa mencapai 5 atau 6 tempat tidur, akan mengakibatkan penurunan jumlah tempat tidur di rumah sakit,” jelasnya dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (15/5/2024).

Iing menyatakan, risiko implementasi KRIS meliputi aspek biaya, investasi, dan penurunan jumlah tempat tidur.

Namun, lebih dari 70 persen rumah sakit anggota ARSSI telah siap menjalankan kelas standar tersebut, meski dengan beberapa catatan utama.

Pertama, Iing menyoroti perbedaan kemampuan antar rumah sakit dalam menerapkan KRIS. Kedua, ia menekankan pentingnya klarifikasi terkait tarif yang akan diberlakukan dalam KRIS.

”Kami ingin jelas, tarif yang akan digunakan dalam KRIS akan seperti apa. Harapannya, tarif yang digunakan adalah tarif kelas 1,” ungkapnya.

Iing juga mempertanyakan prosedur untuk naik kelas perawatan serta menekankan perlunya sosialisasi kepada peserta BPJS Kesehatan mengenai KRIS.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengimbau agar pengelola rumah sakit tidak mengurangi jumlah tempat tidur setelah pemberlakuan KRIS.

”Pertahankan jumlah tempat tidur dan penuhi persyaratannya dengan 12 kriteria,” ujarnya.

KRIS diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang ditetapkan pada Rabu lalu.

Penetapan manfaat, tarif, dan iuran baru akan diatur paling lambat pada 1 Juli 2025 mendatang.

Komentar

Terpopuler