Apindo dan KSBSI Minta Pemerintah Kaji Ulang Soal Tapera
Cholis Anwar
Jumat, 31 Mei 2024 14:01:00
Murianews, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sepakat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali serta mengkaji ulang implementasi iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan pekerja. Ia menyatakan bahwa Apindo mendukung upaya pemerintah dalam menyediakan perumahan bagi pekerja.
Namun, Shinta mengkritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024. Menurutnya, peraturan ini hanya menduplikasi program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang sudah ada di bawah program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
”Kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena mereka dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ujar Shinta dikutip dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Shinta juga menyarankan agar pemerintah lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, yang sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 persen atau sekitar Rp138 triliun. Menurutnya, aset JHT yang mencapai Rp460 triliun bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, karena dana MLT yang tersedia saat ini dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sementara itu, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memaksimalkan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan untuk program kepemilikan rumah bagi pekerja yang belum memiliki tempat tinggal. Ia mengusulkan agar pasal 7 dalam Undang-Undang Tapera direvisi dari yang wajib menjadi sukarela.
”Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun sampai usia pensiun akan cukup untuk mendapatkan rumah. Ditambah lagi dengan sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), hal ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh,” kata Elly.
Elly juga menekankan bahwa KSBSI menganggap Undang-Undang Tapera tidak mendesak dan tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini. Ia menyarankan agar keikutsertaan dalam menabung di Tapera sebaiknya tidak dijadikan kewajiban, tetapi dilakukan atas dasar sukarela.
Dengan adanya desakan dari Apindo dan KSBSI, diharapkan pemerintah akan melakukan kajian ulang terhadap implementasi iuran Tapera, serta mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk mencapai solusi yang terbaik bagi kesejahteraan pekerja dan pengusaha.
Murianews, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sepakat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali serta mengkaji ulang implementasi iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan pekerja. Ia menyatakan bahwa Apindo mendukung upaya pemerintah dalam menyediakan perumahan bagi pekerja.
Namun, Shinta mengkritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024. Menurutnya, peraturan ini hanya menduplikasi program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang sudah ada di bawah program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
”Kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena mereka dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ujar Shinta dikutip dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Shinta juga menyarankan agar pemerintah lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, yang sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 persen atau sekitar Rp138 triliun. Menurutnya, aset JHT yang mencapai Rp460 triliun bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, karena dana MLT yang tersedia saat ini dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sementara itu, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memaksimalkan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan untuk program kepemilikan rumah bagi pekerja yang belum memiliki tempat tinggal. Ia mengusulkan agar pasal 7 dalam Undang-Undang Tapera direvisi dari yang wajib menjadi sukarela.
”Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun sampai usia pensiun akan cukup untuk mendapatkan rumah. Ditambah lagi dengan sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), hal ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh,” kata Elly.
Elly juga menekankan bahwa KSBSI menganggap Undang-Undang Tapera tidak mendesak dan tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini. Ia menyarankan agar keikutsertaan dalam menabung di Tapera sebaiknya tidak dijadikan kewajiban, tetapi dilakukan atas dasar sukarela.
Dengan adanya desakan dari Apindo dan KSBSI, diharapkan pemerintah akan melakukan kajian ulang terhadap implementasi iuran Tapera, serta mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk mencapai solusi yang terbaik bagi kesejahteraan pekerja dan pengusaha.