Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit tata kelola Pusat Data Nasional (PDN) setelah terjadinya serangan siber ransomware.

Hal itu dikatakan oleh Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan setelah dirinya bertemu dengan Presiden di Istana Kepresidenan, Jakarta.

”Nanti kita akan mengaudit, disuruh audit tata kelola PDN,” kata Yusuf Ateh dikutip dari Antara, Jumat (28/6/2024).

Yusuf belum bisa menyebutkan jumlah instansi yang akan diaudit terkait serangan siber ini. Dia menjelaskan selama ini belum pernah dilakukan audit tata kelola maupun finansial PDN.

”Belum, kan (baru akan diaudit) karena kasus ini,” imbuhnya.

Dampak serangan siber terhadap berbagai instansi pemerintahan masih belum diketahui secara pasti.

”Aku nggak tahu dampaknya, wong belum diaudit. Kita kan kalau belum diaudit nggak ngomong-ngomong dulu,” kata Yusuf Ateh.

Dia juga tidak menyebutkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses audit, namun menekankan perlunya penyelesaian cepat.

”Secepatnya, the sooner the better (makin cepat makin baik),” ujarnya.

Pada Senin (24/6/2024), pemerintah melalui Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengidentifikasi sebanyak 211 instansi yang terdampak insiden serangan siber PDNS 2.

Selanjutnya, pada Selasa (25/6/2024), teridentifikasi ada sebanyak 282 instansi yang terimbas insiden PDNS 2. Namun, pada Rabu (26/6/2024), tercatat sudah ada sebanyak 44 instansi yang siap untuk melakukan pemulihan data, sementara sisanya masih dalam proses. Dari semua itu, lima instansi telah melayani kembali masyarakat setelah melakukan migrasi data.

Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, serta Kepala BSSN, Hinsa Siburian, telah menjelaskan kepada Komisi I DPR RI mengenai serangan siber terhadap PDNS 2. Budi Arie menyebut tidak ada indikasi kebocoran data akibat gangguan serangan siber terhadap PDNS 2 di Surabaya.

”Tadi hasil rapat dengan Komisi I tidak ada indikasi dan belum ada bukti terjadinya kebocoran data,” kata Budi Arie singkat.

Komentar