KPK Ungkap Praktik Pungli di Raja Ampat
Cholis Anwar
Selasa, 9 Juli 2024 08:46:00
Murianews, Papua – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi mengenai praktik pungutan liar (pungli) terhadap wisatawan di kepulauan Raja Ampat. Aksi tersebut dilakukan oleh oknum masyarakat kepada wisatawan yang menginap di hotel.
Oknum tersebut meminta pungutan sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta per kapal wisatawan yang menuju lokasi diving.
”Kami mencatat di wilayah Wayak saja, minimal ada 50 kapal yang datang setiap hari, sehingga potensi pendapatan dari pungli ini mencapai Rp 50 juta per hari atau Rp 18,25 miliar per tahun,” ungkap Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria dikutip dari Antara, Selasa (9/7/2024).
Selain itu, pungli juga ditemukan dalam bentuk pembayaran tanah yang ditagih oleh oknum masyarakat kepada hotel-hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
KPK terus mendorong Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk segera menyelesaikan masalah tersebut dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Tim kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Korsup Wilayah V KPK turut melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk menertibkan pajak dan retribusi demi menyelamatkan kas daerah.
”Penertiban harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada pendapatan asli daerah (PAD),” tegas Dian.
Data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen, dengan nilai pajak dan retribusi yang tidak lebih dari 1,08 persen di tahun 2023.
Untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya melakukan pendampingan pada kedua sisi krusial, yakni pemda dan swasta. KPK akan memastikan pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel, meliputi penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi.
”Upaya pencegahan kebocoran pajak ini penting untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan mencegah potensi kerugian negara. Tentunya perlu pengawasan agar tidak ada lagi potensi kebocoran pajak daerah, baik melalui mekanisme gratifikasi, pungutan liar, maupun manipulasi data. Namun, di sisi lain, kami juga melihat kewajiban pajak dari pelaku usaha,” tutur Dian.
Murianews, Papua – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi mengenai praktik pungutan liar (pungli) terhadap wisatawan di kepulauan Raja Ampat. Aksi tersebut dilakukan oleh oknum masyarakat kepada wisatawan yang menginap di hotel.
Oknum tersebut meminta pungutan sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta per kapal wisatawan yang menuju lokasi diving.
”Kami mencatat di wilayah Wayak saja, minimal ada 50 kapal yang datang setiap hari, sehingga potensi pendapatan dari pungli ini mencapai Rp 50 juta per hari atau Rp 18,25 miliar per tahun,” ungkap Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria dikutip dari Antara, Selasa (9/7/2024).
Selain itu, pungli juga ditemukan dalam bentuk pembayaran tanah yang ditagih oleh oknum masyarakat kepada hotel-hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
KPK terus mendorong Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk segera menyelesaikan masalah tersebut dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Tim kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Korsup Wilayah V KPK turut melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk menertibkan pajak dan retribusi demi menyelamatkan kas daerah.
”Penertiban harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada pendapatan asli daerah (PAD),” tegas Dian.
Data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen, dengan nilai pajak dan retribusi yang tidak lebih dari 1,08 persen di tahun 2023.
Untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya melakukan pendampingan pada kedua sisi krusial, yakni pemda dan swasta. KPK akan memastikan pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel, meliputi penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi.
”Upaya pencegahan kebocoran pajak ini penting untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan mencegah potensi kerugian negara. Tentunya perlu pengawasan agar tidak ada lagi potensi kebocoran pajak daerah, baik melalui mekanisme gratifikasi, pungutan liar, maupun manipulasi data. Namun, di sisi lain, kami juga melihat kewajiban pajak dari pelaku usaha,” tutur Dian.