Dengan putusan ini, pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang terbukti tidak netral selama Pilkada dapat dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.
Keputusan ini diambil setelah MK menerima uji materi terhadap pasal tersebut yang diajukan oleh Syukur Destieli Gulo, seorang konsultan hukum.
”Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (14/11/2024).
Pasal 188 UU 1/2015 awalnya hanya mencakup pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa/lurah sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi sanksi pidana jika terbukti melanggar Pasal 71.
Namun, Pasal 71 ayat (1) telah mengalami perubahan melalui UU Nomor 10 Tahun 2016 dengan menambahkan subjek ”pejabat daerah” dan ”anggota TNI/Polri”.
Meskipun demikian, perubahan pada norma primer di Pasal 71 tidak diikuti oleh perubahan pada norma sekunder Pasal 188.
”Ketidaksesuaian rumusan norma primer dan sekunder dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan konstitusi,” ungkap Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pembacaan pertimbangan hukum.
Murianews, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memasukkan frasa ”pejabat daerah” dan ”anggota TNI/Polri” ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dengan putusan ini, pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang terbukti tidak netral selama Pilkada dapat dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.
Keputusan ini diambil setelah MK menerima uji materi terhadap pasal tersebut yang diajukan oleh Syukur Destieli Gulo, seorang konsultan hukum.
”Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (14/11/2024).
Pasal 188 UU 1/2015 awalnya hanya mencakup pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa/lurah sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi sanksi pidana jika terbukti melanggar Pasal 71.
Namun, Pasal 71 ayat (1) telah mengalami perubahan melalui UU Nomor 10 Tahun 2016 dengan menambahkan subjek ”pejabat daerah” dan ”anggota TNI/Polri”.
Meskipun demikian, perubahan pada norma primer di Pasal 71 tidak diikuti oleh perubahan pada norma sekunder Pasal 188.
”Ketidaksesuaian rumusan norma primer dan sekunder dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan konstitusi,” ungkap Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pembacaan pertimbangan hukum.
Setelah putusan MK, Pasal 188 kini berbunyi:
”Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 atau paling banyak Rp 6.000.000,00.”
MK menilai keputusan ini penting untuk memastikan kesetaraan hukum dan mencegah ketidaknetralan pejabat daerah serta anggota TNI/Polri dalam Pilkada.