Hasilnya mengejutkan, yakni sebesar 85,56 persen beras premium tidak dijual sesuai standar mutu, 59,78 persen di antaranya dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Selain itu 21,66 persen memiliki berat lebih rendah dari yang tertera di kemasan.
Menurut Ahli Teknologi Industri Pertanian IPB University, Profesor Tajuddin Bantacut mengatakan, kemunculan beras oplosan ini sangat mungkin disebabkan oleh rendahnya HET beras medium.
Tajuddin menjelaskan, harga Gabah Kering Panen (GKP) yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 6.500 per Kg, sementara HET beras medium berkisar Rp 12.500-Rp 13.500 per Kg dan HET beras premium dipatok pada kisaran Rp 14.900-Rp 15.800 per Kg.
”Dengan demikian, maka harga bahan bakunya itu kira-kira sudah Rp 11.300-Rp 11.400. Kalau ditambah ongkos pengolahannya Rp 500, ongkos distribusi, pemasarannya Rp 300, keuntungannya 10 persen dari harga bahan baku sebesar Rp 650, maka harga tertingginya harusnya sudah Rp 13.000,” kata Tajuddin dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/7/2025).
”Saya pikir, itu yang harus diperbaiki supaya orang kalau berbisnis itu kan tujuannya mencari keuntungan. Kalau dia dengan bisnis normal sudah dapat untung, tidak akan melakukan pemalsuan (oplosan) seperti sekarang,” tambahnya.
Murianews, Jakarta – Polemik beras oplosan mencuat setelah Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan pemeriksaan terhadap 212 merek beras di 10 provinsi.
Hasilnya mengejutkan, yakni sebesar 85,56 persen beras premium tidak dijual sesuai standar mutu, 59,78 persen di antaranya dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Selain itu 21,66 persen memiliki berat lebih rendah dari yang tertera di kemasan.
Menurut Ahli Teknologi Industri Pertanian IPB University, Profesor Tajuddin Bantacut mengatakan, kemunculan beras oplosan ini sangat mungkin disebabkan oleh rendahnya HET beras medium.
Tajuddin menjelaskan, harga Gabah Kering Panen (GKP) yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 6.500 per Kg, sementara HET beras medium berkisar Rp 12.500-Rp 13.500 per Kg dan HET beras premium dipatok pada kisaran Rp 14.900-Rp 15.800 per Kg.
”Dengan demikian, maka harga bahan bakunya itu kira-kira sudah Rp 11.300-Rp 11.400. Kalau ditambah ongkos pengolahannya Rp 500, ongkos distribusi, pemasarannya Rp 300, keuntungannya 10 persen dari harga bahan baku sebesar Rp 650, maka harga tertingginya harusnya sudah Rp 13.000,” kata Tajuddin dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/7/2025).
Dengan perhitungan tersebut, menurut Tajuddin, HET beras seharusnya sudah mencapai Rp 15.000-Rp 16.000.
”Saya pikir, itu yang harus diperbaiki supaya orang kalau berbisnis itu kan tujuannya mencari keuntungan. Kalau dia dengan bisnis normal sudah dapat untung, tidak akan melakukan pemalsuan (oplosan) seperti sekarang,” tambahnya.
Kaji ulang HET beras...
Tajuddin menyarankan pemerintah untuk mengkaji ulang penetapan harga GKP dan HET beras saat ini. Menurutnya, pemerintah mesti melakukan penyesuaian harga GKP Rp 6.500 dengan kadar air dalam beras, ditambah biaya pengolahan, pemasaran, dan keuntungan.
”Pemerintah mengatakan, harga GKP berapa pun kualitasnya, harus dihargai Rp 6.500, padahal kadar air beras berbeda-beda. Rata-rata 24-25 persen, tetapi ada yang mencapai 30 persen,” ujarnya.
Sehingga, HET beras bisa berubah-ubah, menyesuaikan total harga pengolahan, bahan baku, dan keuntungan.
”Karena itu, pemerintah harus mengkaji ulang bagaimana menentukan harga GKP dengan cara yang baik sehingga para pihak, baik produsen maupun konsumen, serta pelaku di antaranya, merasa nyaman,” ujar dia.