Hal ini sidampaikan oleh Jamal Ma’mur Asmani, Pengamat Kepesantrenan dan penulis buku, dalam Talkshow Hari Santri Nasional 2025 bertema ”Kitab Kuning Sebagai Identitas Utama Santri” yang diadakan di Masjid Sirojul Anam Wonokerto Pasucen Trangkil Pati beberapa waktu lalu.
”Jika tidak ada pengajian kitab kuning, maka esensi pesantren hilang,” tegas Jamal.
Ia mencontohkan, Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadlratussyaikh KH. Moh. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya adalah hasil musyawarah atau bahtsul masail para kiai se-Jawa Madura yang mengambil rujukan langsung dari Kitab Kuning.
Dalam konteks pendidikannya, Jamal menyebutkan empat metode utama yang digunakan para kiai untuk mendidik santri dalam Kitab Kuning.
Murianews, Pati – Kitab Kuning adalah sebagai identitas utama dan esensi dari pendidikan pesantren. Tanpa adanya kajian tersebut, nilai otentik pesantren dinilai akan hilang.
Hal ini sidampaikan oleh Jamal Ma’mur Asmani, Pengamat Kepesantrenan dan penulis buku, dalam Talkshow Hari Santri Nasional 2025 bertema ”Kitab Kuning Sebagai Identitas Utama Santri” yang diadakan di Masjid Sirojul Anam Wonokerto Pasucen Trangkil Pati beberapa waktu lalu.
”Jika tidak ada pengajian kitab kuning, maka esensi pesantren hilang,” tegas Jamal.
Jamal Ma’mur menjelaskan, Kitab Kuning bukan hanya sekadar teks, melainkan dasar otentik bagi keputusan yang diambil para kiai dan santri, memastikan keputusan tersebut berdimensi agama.
Ia mencontohkan, Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadlratussyaikh KH. Moh. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya adalah hasil musyawarah atau bahtsul masail para kiai se-Jawa Madura yang mengambil rujukan langsung dari Kitab Kuning.
Menurut Jamal, Kitab Kuning adalah kitab yang mengandung ajaran bermadzhab ala paham ahlussunnah wal jama’ah.
Inilah yang memunculkan istilah kitab mu’tabar (dinilai benar) jika sesuai ajaran ahlussunnah wal jama’ah, dan kitab ghairu mu’tabar (dinilai tidak benar) jika bertentangan.
Dalam konteks pendidikannya, Jamal menyebutkan empat metode utama yang digunakan para kiai untuk mendidik santri dalam Kitab Kuning.
Metode mengaji...
Pertama adalah Bandongan, yakni Kiai membaca dan menjelaskan kitab, sementara santri memberikan makna (makna gandul). Kemudian sorogan, santri membaca teks kitab, dan kiai mendengar sekaligus mengoreksi kesalahan.
”Musyawarah (Bahtsul Masail) untuk mendiskusikan masalah sosial yang terjadi dengan bimbingan kiai. Terakhir Tashnif atau Ta’lif yang mendorong santri untuk menulis karya, melestarikan tradisi ulama terdahulu,” terang Jamal.
Jamal menambahkan, pemahaman ulama Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Kitab Kuning selalu bersifat kontekstual (zamani), sehingga mampu menjadi solusi bagi masalah kontemporer.
Contohnya, Kitab Kuning menjadi dasar Resolusi Jihad untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
Contoh lain adalah fatwa yang melarang penamaan non-muslim di Indonesia dengan sebutan kafir, serta fatwa KH. Abdul Wahab Hazbullah mengenai kewajiban membebaskan Irian Barat dari penjajah yang dianggap ghashab (menguasai milik orang lain tanpa izin).
Jamal mendorong para santri untuk bersungguh-sungguh menguasai ilmu tata bahasa (nahwu dan sharaf) serta ilmu hukum (fiqh dan ushul fiqh) secara mendalam.
”Dengan perantara ilmu tersebut, maka Kitab Kuning akan selalu zamani, kontekstual, mampu menjadi solusi dalam setiap masalah yang terjadi,” tutupnya.