Ada sejumlah versi kisah datangnya Sultan Hadlirin ke tanah Jepara. Dalam laporan hasil penelitian Ratu Kalinyamat Perempuan Perintis Antikolonialisme 1549-1579, karya Yayasan Dharma Bhakti Lestari disebutkan ada tiga versi datangnya Sultan Hadlirin.
Versi pertama, Sultan Hadlirin atau Sultan Hadiri ini pada mudanya bernama Pangeran Toyyib. Ia mengembara ke Negeri Cina dan bertemu dengan Cie Hwie Gwan.
Pada masa berikutnya, Cie Hwie Gwan dikenal dengan nama Sungging Badar Duwung. Seorang Cina muslim yang kemudian menjadi ayah angkatnya dan menyertainya ke Jepara.
Setelah menikah dengan Retna Kencana yang kemudian disebut Ratu Kalinyamat dan menjadi Bupati Jepara, Sungging Badar Duwung diangkat menjadi patih.
Ia menjadi pangeran yang dipercaya membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Mantingan. Ia juga mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk Jepara.
Versi kedua, disebutkan, Pangeran Toyib adalah putra Sultan Ibrahim dari Aceh yang bergelar Sultan Mukhayat Syah. Ia dikirim ke Demak untuk belajar ilmu pemerintahan dan agama Islam. Lalu ia menikah dengan Retna Kencana.
Versi ketiga, dikatakan Desa Kalinyamat didirikan oleh saudagar Cina bernama Chi Bin Thang, menurut ejaan Jawa menjadi Win-Tang. Win-Tang kemudian mengalami kecelakaan laut. Kapalnya karam dan terdampar di sekitar perairan Jepara.Win-Tang dan ayah angkatnya memutuskan tinggal di sana dan membuat permukiman yang dinamai Kalinyamat karena terletak di tepi Kali Nyamat.Ia berhasil menjadikan permukimannya berkembang sehingga Sultan Trenggana mengangkatnya untuk mengurus kawasan Kalinyamat dan diberi gelar Pangeran Hadiri. Ia kemudian masuk Islam, berguru pada Sunan Kudus, dan menikah dengan Retna Kencana (H.J. De Graaf, 1976:11). Editor: Zulkifli Fahmi
Murianews, Jepara – Sultan Hadlirin disebut menjadi salah satu tokoh penyebaran Islam di Jepara. Tak hanya itu, ia juga menjadi pemimpin bagi rakyat Jepara pada masanya.
Ada sejumlah versi kisah datangnya Sultan Hadlirin ke tanah Jepara. Dalam laporan hasil penelitian Ratu Kalinyamat Perempuan Perintis Antikolonialisme 1549-1579, karya Yayasan Dharma Bhakti Lestari disebutkan ada tiga versi datangnya Sultan Hadlirin.
Versi pertama, Sultan Hadlirin atau Sultan Hadiri ini pada mudanya bernama Pangeran Toyyib. Ia mengembara ke Negeri Cina dan bertemu dengan Cie Hwie Gwan.
Baca: Jelang Hari Jadi Jepara, Para Pejabat Berziarah ke Makam Leluhur
Pada masa berikutnya, Cie Hwie Gwan dikenal dengan nama Sungging Badar Duwung. Seorang Cina muslim yang kemudian menjadi ayah angkatnya dan menyertainya ke Jepara.
Setelah menikah dengan Retna Kencana yang kemudian disebut Ratu Kalinyamat dan menjadi Bupati Jepara, Sungging Badar Duwung diangkat menjadi patih.
Ia menjadi pangeran yang dipercaya membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Mantingan. Ia juga mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk Jepara.
Versi kedua, disebutkan, Pangeran Toyib adalah putra Sultan Ibrahim dari Aceh yang bergelar Sultan Mukhayat Syah. Ia dikirim ke Demak untuk belajar ilmu pemerintahan dan agama Islam. Lalu ia menikah dengan Retna Kencana.
Baca: Asal-usul Sultan Hadlirin Ternyata Ada Tiga Versi
Versi ketiga, dikatakan Desa Kalinyamat didirikan oleh saudagar Cina bernama Chi Bin Thang, menurut ejaan Jawa menjadi Win-Tang. Win-Tang kemudian mengalami kecelakaan laut. Kapalnya karam dan terdampar di sekitar perairan Jepara.
Win-Tang dan ayah angkatnya memutuskan tinggal di sana dan membuat permukiman yang dinamai Kalinyamat karena terletak di tepi Kali Nyamat.
Ia berhasil menjadikan permukimannya berkembang sehingga Sultan Trenggana mengangkatnya untuk mengurus kawasan Kalinyamat dan diberi gelar Pangeran Hadiri. Ia kemudian masuk Islam, berguru pada Sunan Kudus, dan menikah dengan Retna Kencana (H.J. De Graaf, 1976:11).
Editor: Zulkifli Fahmi