Retribusi Pasar Naik, Pedagang di Jepara Menjerit
Faqih Mansur Hidayat
Sabtu, 13 Januari 2024 13:15:00
Murianews, Jepara – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara, Jawa Tengah, menaikkan biaya retribusi pasar tradisional. Kebijakan baru itu pun membuat pedagang menjerit.
Kenaikan tarif retribusi pasar itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi. Samanta, salah satu pedagang di kios Pasar Kalinyamatan mengatakan, kenaikan tarif retribusi berlaku sejak tiga hari terakhir.
Dia menyebutkan, retribusi pasar yang semula sebesar Rp 1 ribu per hari kini naik menjadi Rp 2.500 per hari. Bahkan pembayaran retribusi ini diberlakukan dalam hitungan bulan. Meskipun pedagang tidak berjualan, setiap harinya tetap harus bayar retribusi.
”Kalau dulu kan kami hanya bayar pas kios buka. Kalau libur ya, tidak bayar. Sekarang bayarnya bulanan,” ungkap Samanta.
Dari penghitungannya, dalam satu bulan Samanta perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 75 ribu hanya untuk retribusi. Itu pun belum termasuk biaya kebersihan dan keamanan.
Samanta dan para pedagang di Pasar Kalinyamatan lainnya menilai kebijakan itu tak memihak pedagang kecil. Pasalnya, para pedagang kebanyakan berpenghasilan harian sehingga ketika tak jualan akan semakin merugi.
”Tentu keberatan. Karena pasar semakin sepi. Pemasukan berkurang. Malah pengeluarannya bertambah,” kata dia.
Terpisah, Heri, salah satu pedagang kain di Pasar Mindahan, Kecamatan Batealit juga merasa tercekik dengan kenaikan tarif retribusi itu. Banyak pedagang mempertanyakan kebijakan tersebut.
Dia menyebutkan, retribusi yang semula Rp 3 ribu menjadi Rp 5 ribu. Ada pula semula Rp 5 ribu kini menjadi Rp 7 ribu. Ada juga yang semula Rp 18 ribu menjadi 25 ribu per hari.
”Ada kabar kalau yang tidak mau bayar sampai dua bulan, kios akan disegel. Sekarang sistemnya buka atau tidak buka tetap bayar. Hitungannya satu bulan,” ujar Heri, Sabtu (12/1/2024).
Dia berharap pemerintah bisa memberi penjelasan utuh tentang kebijakan itu. Para pedagang juga berharap kebijakan tersebut dikaji ulang. Karena sangat memberatkan mereka.
Editor: Zulkifli Fahmi



