Diketahui, EUDR merupakan aturan yang melarang impor produk yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Terutama kayu, kopi, kakao, sapi, minyak sawit, karet dan kedalai.
Penanggung Jawab PT Trifos Internasional Sertifikasi (PT TRIC) Indonesia, yang membidangi jasa profesional bidang sertifikasi, pelatihan dan pengujian, Sudaryono menyampaikan, implementasi aturan EUDR semula dijadwalkan pada akhir 2024, namun ditunda hingga 2025.
Untuk industri skala besar ke Uni Eropa akan diterapkan pada 30 Desember 2025, sedangkan untuk industri skala kecil ke Uni Eropa diterapkan 30 Juni 2026. Barang-barang impor yang masuk ke UE setelah tanggal tersebut wajib bebas deforestasi.
”Kenapa furniture kena? karena kayu termasuk dalam tujuh komoditas yang diatur. Jadi setelah 30 Desember 2025 nanti, produk wajib bebas deforastasi. Eksportir harus bisa menunjukkan dokumen bahwa bahan bakunya tidak berasal dari kawasan terdegredasi,” jelasnya saat di Jepara, Kamis (11/9/2025).
Pihaknya menyebut, masih banyak pembeli maupun eksportir yang belum memahami secara detail teknis EUDR. Meski begitu, ia menilai aturan tersebut bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang meningkatkan daya saing produk asal Indonesia pada pasar Uni Eropa, termasuk furniture Jepara.
”EUDR tidak hanya berlaku untuk Indonesia, tapi seluruh dunia. Kalau bisa memenuhi persyaratan, justru bisa jadi nilai tambah di pasar internasional,” ujarnya.
Pihaknya menilai, tujuan besar aturan ini adalah menekan emisi gas rumah kaca hingga 50 persen pada 2030. Melalui EUDR, rantai pasok kayu bisa dilacak dari hulu hingga hilir.
”Produk Indonesia akan punya nilai lebih karena asal-usulnya jelas dan legal. Jadi bisa dibilang sekaligus menekan deforestasi. Ada harapan 50 persen penurunannya,” kata dia.
Murianews, Jepara – Pengusaha atau eksportir furnitur Jepara siap-siap menghadapi kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang diberlakukan oleh otoritas di Uni Eropa.
Diketahui, EUDR merupakan aturan yang melarang impor produk yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Terutama kayu, kopi, kakao, sapi, minyak sawit, karet dan kedalai.
Penanggung Jawab PT Trifos Internasional Sertifikasi (PT TRIC) Indonesia, yang membidangi jasa profesional bidang sertifikasi, pelatihan dan pengujian, Sudaryono menyampaikan, implementasi aturan EUDR semula dijadwalkan pada akhir 2024, namun ditunda hingga 2025.
Untuk industri skala besar ke Uni Eropa akan diterapkan pada 30 Desember 2025, sedangkan untuk industri skala kecil ke Uni Eropa diterapkan 30 Juni 2026. Barang-barang impor yang masuk ke UE setelah tanggal tersebut wajib bebas deforestasi.
”Kenapa furniture kena? karena kayu termasuk dalam tujuh komoditas yang diatur. Jadi setelah 30 Desember 2025 nanti, produk wajib bebas deforastasi. Eksportir harus bisa menunjukkan dokumen bahwa bahan bakunya tidak berasal dari kawasan terdegredasi,” jelasnya saat di Jepara, Kamis (11/9/2025).
Pihaknya menyebut, masih banyak pembeli maupun eksportir yang belum memahami secara detail teknis EUDR. Meski begitu, ia menilai aturan tersebut bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang meningkatkan daya saing produk asal Indonesia pada pasar Uni Eropa, termasuk furniture Jepara.
”EUDR tidak hanya berlaku untuk Indonesia, tapi seluruh dunia. Kalau bisa memenuhi persyaratan, justru bisa jadi nilai tambah di pasar internasional,” ujarnya.
Pihaknya menilai, tujuan besar aturan ini adalah menekan emisi gas rumah kaca hingga 50 persen pada 2030. Melalui EUDR, rantai pasok kayu bisa dilacak dari hulu hingga hilir.
”Produk Indonesia akan punya nilai lebih karena asal-usulnya jelas dan legal. Jadi bisa dibilang sekaligus menekan deforestasi. Ada harapan 50 persen penurunannya,” kata dia.
Tidak terlalu sulit...
Dia meyakini, eksportir tidak terlalu kesulitan karena sebagian besar dokumen legalitas kayu sudah tersedia. Hanya saja, ke depan perlu penyesuaian dokumen tambahan sesuai ketentuan baru.
Salah satu eksportir furnitur Jepara, Antonius Suhandoyo, menganggap aturan ini pada prinsipnya dapat diatasi dengan sertifikat legalitas kayu yang sudah dimiliki eksportir, seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) maupun sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC).
”EUDR sifatnya lebih kepada dokumen. Kalau SPLK sudah ada, tinggal melengkapi dengan informasi asal kayu secara detail. Misalnya kayu dari hutan rakyat Purwodadi, itu harus jelas dokumennya,” ungkap Antonius.
Antonius bilang, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) telah mendorong pemerintah agar aktif merespons aturan EUDR, terutama melalui Kementerian Kehutanan yang memiliki kewenangan soal data kawasan hutan.
Sehingga, eksportir furniture Jepara bisa memahami regulasi EUDR sekaligus dampaknya, termasuk inventarisasi kebutuhan dokumen sebagai syarat pemenuhan EUDR.
Berdasarkan data eksportir, Antonius memperkirakan, 30 persen produk mebel Jepara dikirim ke Uni Eropa, 55 persen ke Amerika, dan sisanya ke pasar lain. Produk untuk Eropa mayoritas berupa outdoor furniture.
”Kalau untuk Jepara, sebenarnya tidak terlalu berat. Kami sudah mempersiapkan sejak awal,” tutup Antonius.
Editor: Cholis Anwar