Kedatangan masyarakat untuk ikut serta dalam Tradisi Guyang Cekathak yang sudah menjadi digelar secara turun temurun.
Prosesi Guyang Cekathak dimulai dari Selamatan di Masjid Sunan Muria, lalu kirab Cekathak atau pelana kuda milik Sunan Muria dari masjid menuju Sendang Rejoso.
Setiba di Sendang Rejoso, Cekathak dimandikan dengan air Sendang yang telah ditaburi oleh bunga. Kemudian, masyarakat diajak berdoa bersama agar diberikan kesejahteraan dan kebahagiaan.
Usai itu, masyarakat yang hadir makan bersama (kepungan) nasi berkat yang dibawa dari rumah maupun dari pihak yayasan. Tak kalah ikoniknya, terdapat dawet yang menjadi suguhan minuman dalam acara ini.
Ketua Dewan Pembinaan Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur mengatakan, Tradisi Guyang Cekathak menjadi bentuk penghormatan dan mengenang jasa Sunan Muria ketika berdakwah di Pegunungan Muria.
Konon, Sunan Muria memiliki kuda yang senantiasa diajak untuk berdakwah. Sunan Muria selalu memandikan kudanya di Sendang Rejoso yang memiliki mata air tanpa pernah surut.
”Dulu untuk memandikan kuda, karena saat ini beliau sudah tidak ada, kudanya juga tidak ada, maka kita mengenang perjuangan beliau dengan memandikan pelana kudanya di Sendang itu,” terangnya, Jumat (19/9/2025).
Murianews, Kudus – Pagi-pagi buta pada hari Jumat (19/9/2025) masyarakat Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah berbondong-bondong memadati Sendang Rejoso yang terletak di bawah Makam Sunan Muria.
Kedatangan masyarakat untuk ikut serta dalam Tradisi Guyang Cekathak yang sudah menjadi digelar secara turun temurun.
Prosesi Guyang Cekathak dimulai dari Selamatan di Masjid Sunan Muria, lalu kirab Cekathak atau pelana kuda milik Sunan Muria dari masjid menuju Sendang Rejoso.
Setiba di Sendang Rejoso, Cekathak dimandikan dengan air Sendang yang telah ditaburi oleh bunga. Kemudian, masyarakat diajak berdoa bersama agar diberikan kesejahteraan dan kebahagiaan.
Usai itu, masyarakat yang hadir makan bersama (kepungan) nasi berkat yang dibawa dari rumah maupun dari pihak yayasan. Tak kalah ikoniknya, terdapat dawet yang menjadi suguhan minuman dalam acara ini.
Ketua Dewan Pembinaan Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur mengatakan, Tradisi Guyang Cekathak menjadi bentuk penghormatan dan mengenang jasa Sunan Muria ketika berdakwah di Pegunungan Muria.
Konon, Sunan Muria memiliki kuda yang senantiasa diajak untuk berdakwah. Sunan Muria selalu memandikan kudanya di Sendang Rejoso yang memiliki mata air tanpa pernah surut.
”Dulu untuk memandikan kuda, karena saat ini beliau sudah tidak ada, kudanya juga tidak ada, maka kita mengenang perjuangan beliau dengan memandikan pelana kudanya di Sendang itu,” terangnya, Jumat (19/9/2025).
Mengenang Perjuangan Sunan Muria...
Digelarnya tradisi ini untuk mengenang perjuangan dari Sunan Muria yang telah memberikan dampak baik bagi warga Desa Colo. Menurutnya, kemudahan yang diterima warga Colo baik secara lahir maupun batin merupakan salah satu keberkahan.
”Warga Colo bisa hidup seperti saat ini salah satunya memang dari perjuangan Sunan Muria. Batinnya, kami bisa beribadah kepada Allah. Lahirnya, di sini apa saja bisa laku dijual untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.
Salah satu warga, Anggun memengungkapkan, telah mengikuti agenda ini sejak lama. Menurutnya, digelarnya acara ini bisa memberikan berkah bagi masyarakat.
”Sudah sejak lama, menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat terutama bagi pedagang di sekitar Makam Muria,” tuturnya.
Editor: Zulkifli Fahmi