Kasi Intelijen Kejari Kudus Wisnu Wibowo mengatakan, salah satu dari lima kasus yang berhasil diselesaikan melalui Restorative Justice (RJ) tahun ini adalah kasus penyalahgunaan narkotika.
Dalam kasus narkotika tersebut, pelaku merupakan seorang buruh yang terbukti menggunakan narkotika. Menurutnya, RJ bisa diterapkan pada kasus narkotika ini karena menjurus pada pasal 127 Undang-Undang Penyalahgunaan Narkotika.
”Berdasarkan hasil asesmen tim dari BNN kasus ini masuk dalam pasal 127, pelaku tergolong penyalahguna, bukan pengedar. Ia menggunakan setelah ditawari temannya dan barang hanya untuk sekali pakai,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Sesuai mekanisme, tim kemudian melakukan survei ke rumah pelaku untuk menilai kondisi sosial, pekerjaan, dan kemungkinan dilakukan upaya perdamaian. Hasilnya, pelaku dinilai layak mendapatkan upaya perdamaian.
Pasca RJ diputuskan, pelaku tidak serta merta dilepaskan karena harus menjalani upaya lanjutan. Dalam kasus ini, pelaku diarahkan untuk direhabilitasi.
”Pelaku menjalani rehabilitasi selama tiga bulan di RS Magelang sesuai hasil asesmen. Untuk menyembuhkan dan memulihkan agar bisa kembali ke masyarakat,” terangnya.
Murianews, Kudus – Kejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah, ikut melakukan penyelesaian perkara di luar jalur pengadilan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Sepanjang tahun ini, tercatat sudah ada lima kasus yang berhasil dituntaskan menggunakan pendekatan RJ.
Kasi Intelijen Kejari Kudus Wisnu Wibowo mengatakan, salah satu dari lima kasus yang berhasil diselesaikan melalui Restorative Justice (RJ) tahun ini adalah kasus penyalahgunaan narkotika.
Dalam kasus narkotika tersebut, pelaku merupakan seorang buruh yang terbukti menggunakan narkotika. Menurutnya, RJ bisa diterapkan pada kasus narkotika ini karena menjurus pada pasal 127 Undang-Undang Penyalahgunaan Narkotika.
”Berdasarkan hasil asesmen tim dari BNN kasus ini masuk dalam pasal 127, pelaku tergolong penyalahguna, bukan pengedar. Ia menggunakan setelah ditawari temannya dan barang hanya untuk sekali pakai,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Sesuai mekanisme, tim kemudian melakukan survei ke rumah pelaku untuk menilai kondisi sosial, pekerjaan, dan kemungkinan dilakukan upaya perdamaian. Hasilnya, pelaku dinilai layak mendapatkan upaya perdamaian.
Pasca RJ diputuskan, pelaku tidak serta merta dilepaskan karena harus menjalani upaya lanjutan. Dalam kasus ini, pelaku diarahkan untuk direhabilitasi.
”Pelaku menjalani rehabilitasi selama tiga bulan di RS Magelang sesuai hasil asesmen. Untuk menyembuhkan dan memulihkan agar bisa kembali ke masyarakat,” terangnya.
empat kasus lain...
Sementara itu, empat kasus lainnya merupakan perkara penggelapan barang kiriman. Keempat pelaku yang bekerja sebagai kurir dan kernet ekspedisi di Kudus diketahui sengaja tidak mengantarkan beberapa paket pelanggan.
Setelah dilakukan mediasi, para pelaku bersama perusahaan ekspedisi mengganti kerugian dan meminta maaf kepada pihak korban.
Guna memastikan kelayakan pemberian RJ pada para pelaku, Kejari Kudus mendatangi rumah pelaku yang berada di Semarang dan Blora. Tim dari Kejari melakukan profiling dan memutuskan untuk memberikan RJ .
”RJ diberikan, lalu pelaku dikasih tanggung jawab sosial. Mereka melakukan aksi sosial membersihkan masjid di sekitarnya selama satu bulan, dipantau oleh pemerintah desa lalu dilaporkan ke kami, ” tuturnya.
Wisnu menegaskan, penerapan RJ tidak hanya soal perdamaian, tetapi juga bagaimana pelaku bisa kembali berperilaku baik dan tidak mengulangi kesalahan. Ia menjelaskan bahwa RJ tidak dapat diterapkan untuk semua perkara.
”Restorative Justice hanya bisa dilakukan untuk pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun dan kerugian tidak lebih dari Rp 5 juta, adanya perdamaian antara pelaku dan korban,” jelasnya.
Editor: Anggara Jiwandhana