Pada kesempatan ini, para sopir setuju dengan ketetapan zero ODOL yang akan diberlakukan pada 2027. Tetapi mereka memohon untuk penetapan ongkos yang sesuai bagi mereka.
Ketua Gerakan Sopir Jawa Tengah (GSJT) Kudus, Anggit Putra Iswandaru mengatakan, pihaknya menghormati penetapan zero ODOL pada awal Januari 2027. Namun, pihaknya ingin pemerintah lebih pro aktif kepada para sopir dalam persoalan penetapan ongkos.
”Peraturan harus berpihak pada kami juga, selama ini masih belum disosialisasikan hingga ke daerah-daerah. Kami ingin ongkosnya tetap sesuai. Misalnya kalau biasanya mengangkut 30 ton, ongkosnya sekitar Rp 6 juta atau sekitar Rp 215 ribu per ton. Kalau dipangkas jadi standar harus ongkosnya kalau bisa tetap segitu,” ungkapnya, Selasa (11/11/2025).
Ia mengatakan, ongkos tersebut sudah termasuk operasional kendaraan dan sebagainya. Jadi, hal tersebut harus diperhatikan sedemikian rupa agar para sopir tetap mendapatkan kelayakan upah.
Ia menambahkan, terkait masalah standarisasi kendaran ODOL yang turut menelan biaya tambahan. Anggit berharap adanya subsidi dari pemerintah untuk meringankan proses standarisasi kendaraan itu. Sehingga para sopir tidak dirugikan.
”Standarisasi biasanya sekitar 10-20 juta per unit. Kemarin dari Jawa Timur sudah ada regulasi tersebut, kami harap itu bisa terealisasikan ke kami juga untuk meringankan standarisasi truk,” ujarnya.
Murianews, Kudus - Diskusi yang digelar antara sopir over dimension dan over load (ODOL) dengan Pemerintah Pusat di Pendapa Kabupaten Kudus, Selasa (11/11/2025) memberikan ruang penyampaian aspirasi untuk para sopir.
Pada kesempatan ini, para sopir setuju dengan ketetapan zero ODOL yang akan diberlakukan pada 2027. Tetapi mereka memohon untuk penetapan ongkos yang sesuai bagi mereka.
Ketua Gerakan Sopir Jawa Tengah (GSJT) Kudus, Anggit Putra Iswandaru mengatakan, pihaknya menghormati penetapan zero ODOL pada awal Januari 2027. Namun, pihaknya ingin pemerintah lebih pro aktif kepada para sopir dalam persoalan penetapan ongkos.
”Peraturan harus berpihak pada kami juga, selama ini masih belum disosialisasikan hingga ke daerah-daerah. Kami ingin ongkosnya tetap sesuai. Misalnya kalau biasanya mengangkut 30 ton, ongkosnya sekitar Rp 6 juta atau sekitar Rp 215 ribu per ton. Kalau dipangkas jadi standar harus ongkosnya kalau bisa tetap segitu,” ungkapnya, Selasa (11/11/2025).
Ia mengatakan, ongkos tersebut sudah termasuk operasional kendaraan dan sebagainya. Jadi, hal tersebut harus diperhatikan sedemikian rupa agar para sopir tetap mendapatkan kelayakan upah.
Ia menambahkan, terkait masalah standarisasi kendaran ODOL yang turut menelan biaya tambahan. Anggit berharap adanya subsidi dari pemerintah untuk meringankan proses standarisasi kendaraan itu. Sehingga para sopir tidak dirugikan.
”Standarisasi biasanya sekitar 10-20 juta per unit. Kemarin dari Jawa Timur sudah ada regulasi tersebut, kami harap itu bisa terealisasikan ke kami juga untuk meringankan standarisasi truk,” ujarnya.
Logistik Pangan...
Anggit berharap pemerintah dapat memberikan solusi terbaik bagi para sopir karena persoalan ini dapat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan terutama logistik pangan di Indonesia.
Sementara itu, Koordinator Ahli Madya di Kementerian Infrastruktur dan Kewilayahan, Edi Susilo menyebutkan, kepatuhan sopir terkait aturan zero ODOL yang bakal diberlakukan nanti. Mengenai masalah subsidi untuk keperluan standarisasi, ia menyatakan bakal mengusahakan subsidi kepada para sopir ODOL.
”Ada subsidi, untuk besarannya kami belum tahu karena itu ranah kewenangan dari Kementerian Keuangan RI,” terangnya.
Editor: Budi Santoso