Usut punya usut, pemerintah ingin memastikan makanan tersebut langsung dirasakan dan masuk ke mulut penerima manfaat.
Pernyataan tersebut diungkapkan Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan seperti dilansir ANTARA, Rabu (19/11/2025).
”Kalau orang tua misalnya punya tiga anak, Rp 15 ribu per anak itu kan sekitar Rp 450 ribu kalau tiga anak ya. Jadi dia akan mendapatkan sekitar Rp 900 ribu per bulan, kalau di kali 12 sekitar Rp10-11 juta. Nah, kita enggak berikan ke orang tuanya uang karena kita yakin program ini harus dilakukan dengan benar-benar memberikan makanan kepada anaknya,” katanya.
Tigor menegaskan, kunci tata kelola MBG ada di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak bisa berjalan tanpa adanya kepala SPPG, ahli gizi dan akuntan.
Saat ini, sudah ada 15.363 SPPG di seluruh Indonesia yang melayani 45 juta anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Menurut Tigor, jumlah penerima manfaat tersebut sudah melebihi program yang dijalankan oleh Brasil, yang membutuhkan waktu 11 tahun untuk melayani 40 juta penerima manfaat.
”Ini tentu buah kerja sama dengan tim Bappenas, Kemenkes, BPOM, juga di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang sudah mau mendukung kita semua,” ucapnya.
Murianews, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap alasan tidak memberikan uang tunai ke orang tua siswa untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Usut punya usut, pemerintah ingin memastikan makanan tersebut langsung dirasakan dan masuk ke mulut penerima manfaat.
Pernyataan tersebut diungkapkan Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan seperti dilansir ANTARA, Rabu (19/11/2025).
Ia menjelaskan, keputusan itu sebelumnya sudah menjadi pembahasan di internal BGN. Dalam pembahasan itu, akhirnya diputuskan diberikan dalam bentuk makanan siap saji.
”Kalau orang tua misalnya punya tiga anak, Rp 15 ribu per anak itu kan sekitar Rp 450 ribu kalau tiga anak ya. Jadi dia akan mendapatkan sekitar Rp 900 ribu per bulan, kalau di kali 12 sekitar Rp10-11 juta. Nah, kita enggak berikan ke orang tuanya uang karena kita yakin program ini harus dilakukan dengan benar-benar memberikan makanan kepada anaknya,” katanya.
Tigor menegaskan, kunci tata kelola MBG ada di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak bisa berjalan tanpa adanya kepala SPPG, ahli gizi dan akuntan.
Saat ini, sudah ada 15.363 SPPG di seluruh Indonesia yang melayani 45 juta anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Menurut Tigor, jumlah penerima manfaat tersebut sudah melebihi program yang dijalankan oleh Brasil, yang membutuhkan waktu 11 tahun untuk melayani 40 juta penerima manfaat.
”Ini tentu buah kerja sama dengan tim Bappenas, Kemenkes, BPOM, juga di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang sudah mau mendukung kita semua,” ucapnya.
Ekonomi Sirkular...
Tigor juga mengemukakan, Program MBG dapat mendukung ekonomi sirkular dengan memberdayakan setiap petani, peternak, dan nelayan untuk diserap oleh tiap SPPG yang melayani hingga 3.000 penerima manfaat setiap harinya.
”Setiap petani, peternak, dan nelayan di satu wilayah itu harus diberdayakan menjadi sumber bahan pangan untuk dijual ke SPPG, dari SPPG baru diedarkan ke ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, hingga anak-anak sekolah. Jadi, inilah strategi dan struktur tata kelola besarnya,” tuturnya. (nad)