Pemkab Blora sendiri langsung merespons cepat dengan mengumpulkan seluruh kepala sekolah SMP dan koordinator wilayah (Korwil) SD di aula kantor Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blora untuk evaluasi total pada, Selasa (11/11/2025).
Pihaknya pun meminta kepada pihak sekolah untuk segera memediasi kedua belah pihak, korban bullying dan pelaku, serta bekerja sama dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Blora dan Dinas Sosial P3A untuk melakukan pendampingan, mengingat pelaku dan korban masih di bawah umur.
”Padahal, di setiap satuan pendidikan sudah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Seharusnya tim ini bisa menjadi benteng pertama untuk mencegah perundungan,” tegas Sunaryo.
Dalam rapat tersebut sendiri, Dinas Pendidikan menekankan pentingnya menghidupkan kembali peran aktif TPPK di setiap sekolah.
Sunaryo juga meminta para kepala sekolah memperketat pengawasan terhadap interaksi siswa, termasuk membatasi penggunaan gadget di lingkungan sekolah, meskipun saat ini pembelajaran digital tetap berjalan.
”Kami tidak bisa melarang total penggunaan handphone karena ada pembelajaran digital. Tapi penggunaannya harus diawasi dan dibatasi agar tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Murianews, Blora – Kasus perundungan atau bullying yang menimpa salah satu siswa di SMP Negeri favorit di Blora dan sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu menjadi tamparan keras untuk dunia pendidikan di Blora
Pemkab Blora sendiri langsung merespons cepat dengan mengumpulkan seluruh kepala sekolah SMP dan koordinator wilayah (Korwil) SD di aula kantor Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blora untuk evaluasi total pada, Selasa (11/11/2025).
Kepala Dinas Pendidikan Blora Sunaryo, menyayangkan masih terjadinya kasus bullying di lingkungan sekolah. Ia menilai bullying di sekolah favorit tersebut merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan di Blora.
Pihaknya pun meminta kepada pihak sekolah untuk segera memediasi kedua belah pihak, korban bullying dan pelaku, serta bekerja sama dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Blora dan Dinas Sosial P3A untuk melakukan pendampingan, mengingat pelaku dan korban masih di bawah umur.
”Padahal, di setiap satuan pendidikan sudah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Seharusnya tim ini bisa menjadi benteng pertama untuk mencegah perundungan,” tegas Sunaryo.
Dalam rapat tersebut sendiri, Dinas Pendidikan menekankan pentingnya menghidupkan kembali peran aktif TPPK di setiap sekolah.
Sunaryo juga meminta para kepala sekolah memperketat pengawasan terhadap interaksi siswa, termasuk membatasi penggunaan gadget di lingkungan sekolah, meskipun saat ini pembelajaran digital tetap berjalan.
”Kami tidak bisa melarang total penggunaan handphone karena ada pembelajaran digital. Tapi penggunaannya harus diawasi dan dibatasi agar tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Lebih peka...
Sunaryo juga meminta para guru untuk lebih peka terhadap perubahan perilaku siswa dan memperkuat pendidikan karakter di sekolah.
Terkait sanksi bagi pelaku perundungan, Sunaryo menegaskan proses hukum akan tetap berjalan. Walau begitu pendekatan haruslah humanis.
“Mereka masih anak-anak, jadi jangan sampai hukuman justru membuat trauma baru,” jelasnya.
Dinas Pendidikan kini tengah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan lembaga sosial untuk menentukan langkah pembinaan terbaik.
Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah kewajiban lapor harian ke Polsek bagi pelaku intuk memberikan efek jera, sambil tetap mempertimbangkan aspek psikologis anak.
Kasus bullying ini menjadi momentum refleksi besar bagi dunia pendidikan Blora. Dinas Pendidikan memastikan jika pengawasan terhadap siswa, komunikasi dengan orang tua, serta sinergi antar-lembaga akan terus diperkuat.
”Kami tidak ingin ada lagi anak-anak yang terluka, baik fisik maupun batin di sekolah. Sekolah harus jadi tempat yang aman, bukan menakutkan. Kedepan kami juga akan meminta kepada pejabat utama jajaran Polres untuk menjadi Pembina upacara di sekolah, membrikan pencerahan kepada pelajar,” pungkasnya.
Editor: Anggara Jiwandhana