Jamasan Kendeng, Tradisi Suronan Merawat Ibu Bumi
Umar Hanafi
Selasa, 25 Juli 2023 12:05:00
Murianews, Pati – Warga sedulur sikep menggelar Jamasan Kendeng di Bukit Ngalang-alang Desa Kedungmulyo, Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Senin (24/7/2023) malam. Mereka menggelar tradisi Suronan untuk merawat Ibu Bumi.
Berbagai masyarakat dari berbagai daerah di wilayah Pegunungan Kendeng berbondong-bondong ke bukit tersebut. Mulai dari Kabupaten Pati sendiri, Kudus, Blora, Rembang hingga Grobogan.
Mereka menggelar acara Jamasan Kendeng. Acara dimulai pada Senin sore dengan menanam cikal atau bibit kelapa sebagai simbol menanam semangat perjuangan kepada generasi muda untuk merawat Ibu Bumi atau lingkungan.
Usai menanam cikal, Jamasan Kendeng dilanjutkan dengan brokohan atau selametan meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa di tahun baru Jawa.
Jamasan Kendeng dilanjutkan dengan ritual Lamporan. Sekitar seratusan orang berkumpul dan membentuk lingkaran. Mereka masing-masing membawa obor dan berkeliling di atas Bukit Ngalang-alang.
Sekitar tiga orang merapalkan berbagai kalimat berbahasa Jawa. Kalimat itu bemakna agar masyarakat dijauhkan dari penyakit, wabah maupun musibah lainnya.
Gunretno, salah satu tokoh Sedulur Sikep mengatakan tradisi ini sudah bertahun-tahun dijalankan. Pihaknya berharap masyarakat maupun generasi muda ikut dalam perjuangan merawat lingkungan yang ia sebut sebagai Ibu Bumi.
”Setiap tanggal 5 Suro ada ini. Brokohan, lamporan, nandur cikal sebagai simbol menanam bibit muda agar perjuangan Kendeng ada yang melanjutkan perjuangan,” ujar Gunretno.
Menurutnya, merayakan Bulan Suro atau tahun baru bagi orang Jawa itu bukan sekadar bersyukur, atau selamatan tetapi juga intropeksi tentang perjuangan merawat lingkungan.
Apalagi mereka masih merasa prihatin lantaran pengrusakan lingkungan terus terjadi. Di samping ancaman pabrik semen, berbagai aktivitas tambang galian C juga semakin merusak Pegunungan Kendeng.
”Yang dilakukan mungkin oknum masyarakat maupun pemerintah. Jadi momen suro ini mengingatkan kembali untuk merawat Ibu Bumi yang ditinggali sekalian bersyukur. Bagaimana menajadi orang yang bermanfaat untuk kelestarian bumi,” tutur dia.
Hal senada juga diungkapkan, Suyitno. Kakek berusia 70 tahun ini menilai tradisi ini terus dilakukan selama bertahun-tahun agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan keselamatan bagi Pegunungan Kendeng.
”Tujuannya untuk keselamatan Pegunungan Kendeng. Tadi ada api. Api, air dan angin kan kehidupan orang jadi ndak bisa ditinggal,” pungkas Suyitno.
Editor: Cholis Anwar
Murianews, Pati – Warga sedulur sikep menggelar Jamasan Kendeng di Bukit Ngalang-alang Desa Kedungmulyo, Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Senin (24/7/2023) malam. Mereka menggelar tradisi Suronan untuk merawat Ibu Bumi.
Berbagai masyarakat dari berbagai daerah di wilayah Pegunungan Kendeng berbondong-bondong ke bukit tersebut. Mulai dari Kabupaten Pati sendiri, Kudus, Blora, Rembang hingga Grobogan.
Mereka menggelar acara Jamasan Kendeng. Acara dimulai pada Senin sore dengan menanam cikal atau bibit kelapa sebagai simbol menanam semangat perjuangan kepada generasi muda untuk merawat Ibu Bumi atau lingkungan.
Usai menanam cikal, Jamasan Kendeng dilanjutkan dengan brokohan atau selametan meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa di tahun baru Jawa.
Jamasan Kendeng dilanjutkan dengan ritual Lamporan. Sekitar seratusan orang berkumpul dan membentuk lingkaran. Mereka masing-masing membawa obor dan berkeliling di atas Bukit Ngalang-alang.
Sekitar tiga orang merapalkan berbagai kalimat berbahasa Jawa. Kalimat itu bemakna agar masyarakat dijauhkan dari penyakit, wabah maupun musibah lainnya.
Gunretno, salah satu tokoh Sedulur Sikep mengatakan tradisi ini sudah bertahun-tahun dijalankan. Pihaknya berharap masyarakat maupun generasi muda ikut dalam perjuangan merawat lingkungan yang ia sebut sebagai Ibu Bumi.
”Setiap tanggal 5 Suro ada ini. Brokohan, lamporan, nandur cikal sebagai simbol menanam bibit muda agar perjuangan Kendeng ada yang melanjutkan perjuangan,” ujar Gunretno.
Menurutnya, merayakan Bulan Suro atau tahun baru bagi orang Jawa itu bukan sekadar bersyukur, atau selamatan tetapi juga intropeksi tentang perjuangan merawat lingkungan.
Apalagi mereka masih merasa prihatin lantaran pengrusakan lingkungan terus terjadi. Di samping ancaman pabrik semen, berbagai aktivitas tambang galian C juga semakin merusak Pegunungan Kendeng.
”Yang dilakukan mungkin oknum masyarakat maupun pemerintah. Jadi momen suro ini mengingatkan kembali untuk merawat Ibu Bumi yang ditinggali sekalian bersyukur. Bagaimana menajadi orang yang bermanfaat untuk kelestarian bumi,” tutur dia.
Hal senada juga diungkapkan, Suyitno. Kakek berusia 70 tahun ini menilai tradisi ini terus dilakukan selama bertahun-tahun agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan keselamatan bagi Pegunungan Kendeng.
”Tujuannya untuk keselamatan Pegunungan Kendeng. Tadi ada api. Api, air dan angin kan kehidupan orang jadi ndak bisa ditinggal,” pungkas Suyitno.
Editor: Cholis Anwar