Warga mengikuti tradisi ruwahan di Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Pati, Jawa Tengah, Jumat (23/2/2024). (Murianews/Umar Hanafi)
Murianews, Pati – Masyarakat Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jawa Tengah masih melestarikan tradisi ruwahan di bulan Syakban. Yang menyejukkan, tradisi ruwahan ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat beragama Islam, tetapi juga masyarakat nonmuslim.
Ratusan warga desa berjuluk Desa Pancasila itu berdatangan ke tempat pemakaman setempat pada Jumat (23/2/2024). Mereka membersihkan makam leluhur masing-masing dengan berbekal cangkul dan sabit.
Selang beberapa saat, warga lainnya berdatangan membawa berbagai makanan. Ada yang membawa nasi beserta lauknya, nasi ketan hingga berbagai jajanan pasar.
Makanan tersebut dikumpulkan di sebidang tanah di tempat pemakaman tersebut yang sudah digelar tikar. Masyarakat dari berbagai dukuh pun berkumpul untuk berdoa bersama.
Masyarakat yang mengikuti ruwahan ini tidak hanya beragama Islam. Umat beragama Kristen dan penghayat kepercayaan Sapta Darma juga membersihkan dan mendoakan makam leluhurnya. Apalagi, tempat pemakaman tersebut bukan makam khusus agama tertentu.
”Doa sesuai agama Islam. Bagi yang beragama non Islam silakan menyesuaikan,” ujar Modin desa setempat, Sayukno sebelum memimpin doa.
Para warga pun dengan khusyuk memanjatkan doa. Mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dosa para leluhur diampuni dan amal baiknya diterima. Warga juga berharap hasil pertanian di desa tersebut melimpah.
Setelah kelar berdoa, makanan yang berada di tengah-tengah dibagikan satu persatu. Tanpa memandang agama yang dianut mereka tetap guyup rukun melestarikan tradisi ini.
Tradisi ruwahan di Desa Jrahi sudah berlangsung turun temurun. Tidak jelas kapan mulai tradisi ini digelar. Setiap tahun pada pertengahan bulan Syakban, mereka menggelar tradisi ini.
Sebagian warga beragama Islam memaknai tradisi ini sebagai menyambut bulan Ramadan yang sebentar lagi datang. Bagi warga beragama non Islam, tradisi ini bertujuan untuk mendoakan dan mengingat arwah leluhur.
”Ruwahan ya sebuah kebiasaan di bulan Ruwah (Syakban) untuk mengingat arwah-arwah keluarga yang sudah meninggal. Membersihkan pemakaman dan mendoakan,” ujar salah satu warga Ngajib.
Ia menilai tradisi yang diikuti antar umat beragama ini sebagai wujud pluralisme. Sebagai desa yang dijuluki Desa Pancasila, kerukunan antar umat beragama sangat terlihat.
Editor: Cholis Anwar
Murianews, Pati – Masyarakat Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jawa Tengah masih melestarikan tradisi ruwahan di bulan Syakban. Yang menyejukkan, tradisi ruwahan ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat beragama Islam, tetapi juga masyarakat nonmuslim.
Ratusan warga desa berjuluk Desa Pancasila itu berdatangan ke tempat pemakaman setempat pada Jumat (23/2/2024). Mereka membersihkan makam leluhur masing-masing dengan berbekal cangkul dan sabit.
Selang beberapa saat, warga lainnya berdatangan membawa berbagai makanan. Ada yang membawa nasi beserta lauknya, nasi ketan hingga berbagai jajanan pasar.
Makanan tersebut dikumpulkan di sebidang tanah di tempat pemakaman tersebut yang sudah digelar tikar. Masyarakat dari berbagai dukuh pun berkumpul untuk berdoa bersama.
Masyarakat yang mengikuti ruwahan ini tidak hanya beragama Islam. Umat beragama Kristen dan penghayat kepercayaan Sapta Darma juga membersihkan dan mendoakan makam leluhurnya. Apalagi, tempat pemakaman tersebut bukan makam khusus agama tertentu.
”Doa sesuai agama Islam. Bagi yang beragama non Islam silakan menyesuaikan,” ujar Modin desa setempat, Sayukno sebelum memimpin doa.
Para warga pun dengan khusyuk memanjatkan doa. Mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dosa para leluhur diampuni dan amal baiknya diterima. Warga juga berharap hasil pertanian di desa tersebut melimpah.
Setelah kelar berdoa, makanan yang berada di tengah-tengah dibagikan satu persatu. Tanpa memandang agama yang dianut mereka tetap guyup rukun melestarikan tradisi ini.
Tradisi ruwahan di Desa Jrahi sudah berlangsung turun temurun. Tidak jelas kapan mulai tradisi ini digelar. Setiap tahun pada pertengahan bulan Syakban, mereka menggelar tradisi ini.
Sebagian warga beragama Islam memaknai tradisi ini sebagai menyambut bulan Ramadan yang sebentar lagi datang. Bagi warga beragama non Islam, tradisi ini bertujuan untuk mendoakan dan mengingat arwah leluhur.
”Ruwahan ya sebuah kebiasaan di bulan Ruwah (Syakban) untuk mengingat arwah-arwah keluarga yang sudah meninggal. Membersihkan pemakaman dan mendoakan,” ujar salah satu warga Ngajib.
Ia menilai tradisi yang diikuti antar umat beragama ini sebagai wujud pluralisme. Sebagai desa yang dijuluki Desa Pancasila, kerukunan antar umat beragama sangat terlihat.