Koordinator KAPI, Nasrul Dongoran menilai penetapan tersangka Botok cs merupakan serangan balik terhadap demokrasi. Mengingat, mereka memimpin aksi yang gencar menyuarakan aspirasi masyarakat.
KAPI pun menyayangkan tindakan penyidik yang dinilainya tidak profesional dan melanggar hukum.
Mereka menyebut pihak kepolisian secara serampangan menerapkan pasal-pasal KUHP untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap warga yang menyampaikan aspirasi.
”Pertama, penyidik melakukan penangkapan terhadap warga yang tergabung dalam AMPB tanpa surat penangkapan. Kedua, penyidik terlihat mencari-cari kesalahan warga yang berdemonstrasi dengan tuduhan menghalangi jalan atau penghasutan,” kata dia.
Ketiga, lanjut dia, pasal-pasal yang dikenakan dinilainya berpotensi menjadi pasal karet yang digunakan Kepolisian untuk melakukan kriminalisasi terhadap aksi demonstrasi warga di tempat lain.
”Oleh karena itu penerapan Pasal-pasal tersebut tidak sesuai konteks untuk diterapkan kepada warga yang menyampaikan aspirasi yang dilindungi undang-undang,” ungkap dia.
Murianews, Pati – Perkumpulan advokat yang tergabung dalam Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) ikut menyoroti dugaan kriminalisasi pentolan Masyarakat Pati Bersatu (MPB), Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto.
Koordinator KAPI, Nasrul Dongoran menilai penetapan tersangka Botok cs merupakan serangan balik terhadap demokrasi. Mengingat, mereka memimpin aksi yang gencar menyuarakan aspirasi masyarakat.
”(Ini) serangan balik terhadap demokrasi. Botok dan Teguh Istiyanto memimpin aksi yang gencar menyuarakan aspirasi masyarakat,” ujar dia, Kamis (6/11/2025).
KAPI pun menyayangkan tindakan penyidik yang dinilainya tidak profesional dan melanggar hukum.
Mereka menyebut pihak kepolisian secara serampangan menerapkan pasal-pasal KUHP untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap warga yang menyampaikan aspirasi.
”Pertama, penyidik melakukan penangkapan terhadap warga yang tergabung dalam AMPB tanpa surat penangkapan. Kedua, penyidik terlihat mencari-cari kesalahan warga yang berdemonstrasi dengan tuduhan menghalangi jalan atau penghasutan,” kata dia.
Ketiga, lanjut dia, pasal-pasal yang dikenakan dinilainya berpotensi menjadi pasal karet yang digunakan Kepolisian untuk melakukan kriminalisasi terhadap aksi demonstrasi warga di tempat lain.
Pasal yang menjerat Botok cs yakni Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang menghalangi jalan, Pasal 160 KUHP mengenai penghasutan dan Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP keikutsertaan melakukan tindak pidana.
”Oleh karena itu penerapan Pasal-pasal tersebut tidak sesuai konteks untuk diterapkan kepada warga yang menyampaikan aspirasi yang dilindungi undang-undang,” ungkap dia.
Pasal karet...
Menurut catatan KAPI, penggunaan pasal karet kepada massa demo bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, massa demo mahasiswa penolakan Omnibuslaw Cipta Kerja tahun 2021 dan Aksi May Day tahun 2025 juga dijerat dengan pasal karet.
”Kepolisian secara konsisten menggunakan Pasal karet 216 KUHP mengenai perbuatan yang melawan perintah petugas untuk kriminalisasi massa yang mengikuti demonstrasi. Apalagi jika Pasal 192, Pasal 160 dan Pasal 169 KUHP ini digunakan menetapkan tersangka,” paparnya.
Ia pun khawatir, kedepannya, kepolisian berpotensi akan semakin sewenang-wenang membungkam warga yang melakukan demonstrasi menggunakan pasal-pasal karet yang tidak sesuai konteks.
Ricky Kristiatno, selaku anggota KAPI, juga mempertanyakan unsur tindak pidana dalam aksi warga MPB di jalan yang baru berlangsung 15 menit dianggap sebagai kejahatan.
”Lantas bagaimana dengan Jalur Pantura Demak-Sayung yang mengakibatkan banjir rob hingga macet berhari-hari yang merugikan masyarakat dianggap biasa saja. Padahal seharusnya kejahatan diartikan sebagai suatu perilaku penyimpangan sosial masyarakat yang keluar dari norma dan nilai sosial yang mengakibatkan kerugian di masyarakat,” tegas dia.
Ricky juga meminta kepada Presiden Prabowo untuk melindungi dan menegakkan Hak Asasi Manusia terutama kebebasan dan mengeluarkan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 DUHAM, Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945, Pasal 2 UU HAM dan aturan HAM lainnya.
”Hentikan praktik Kill The Messenger terhadap warga yang menjadi juru bicara menyampaikan aspirasi masyarakat, seperti penetapan tersangka terhadap Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto,” pungkas dia.
Editor: Cholis Anwar