Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga identitas budaya serta mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal.
”Kami ingin budaya Kudus ini tetap hidup dan menjadi kebanggaan bersama. Oleh karena itu, setiap hari Kamis, ASN dan pegawai di lingkungan Pemkab Kudus akan mengenakan pakaian Kudusan,” ujar Samani saat dihubungi wartawan, Rabu (26/2/2025).
Pakaian Kudusan yang dimaksud mencakup sarung batik Kudusan, baju bordir Kudus, dan iket Kudusan.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan produk-produk budaya lokal dan mendorong perkembangan UMKM yang memproduksi kain batik, bordir, serta aksesori khas Kudus.
”Kami ingin budaya ini bukan hanya sebatas tradisi, tetapi juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Ketika permintaan meningkat, UMKM lokal juga bisa lebih berkembang,” tambahnya.
Murianews, Kudus – Bupati Kudus, Jawa Tengah, Samani Intakoris mendorong pelestarian budaya lokal dengan menetapkan kebijakan penggunaan pakaian adat Kudus bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai di lingkungan pemerintahan.
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga identitas budaya serta mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal.
Setiap hari Kamis, para pegawai diimbau mengenakan pakaian Kudusan, sementara pakaian adat Kudus lengkap diwajibkan setiap tanggal 23 setiap bulannya.
”Kami ingin budaya Kudus ini tetap hidup dan menjadi kebanggaan bersama. Oleh karena itu, setiap hari Kamis, ASN dan pegawai di lingkungan Pemkab Kudus akan mengenakan pakaian Kudusan,” ujar Samani saat dihubungi wartawan, Rabu (26/2/2025).
Pakaian Kudusan yang dimaksud mencakup sarung batik Kudusan, baju bordir Kudus, dan iket Kudusan.
Adapun pakaian adat Kudus secara lengkap juga diperkenalkan sebagai bagian dari upaya pelestarian tradisi daerah.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan produk-produk budaya lokal dan mendorong perkembangan UMKM yang memproduksi kain batik, bordir, serta aksesori khas Kudus.
”Kami ingin budaya ini bukan hanya sebatas tradisi, tetapi juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Ketika permintaan meningkat, UMKM lokal juga bisa lebih berkembang,” tambahnya.
Fleksibilitas...
Dalam penerapannya, Pemkab Kudus memberikan fleksibilitas bagi pegawai yang belum memiliki kelengkapan pakaian Kudusan. Samani menekankan bahwa yang terpenting adalah semangat dan jiwa pelestarian budaya.
”Kalau belum memiliki kelengkapan pakaian Kudusan, bisa menyesuaikan. Hal terpenting ada unsur budaya Kudus yang dikenakan. Kalau belum punya iket, bisa pakai peci atau jilbab. Kalau bajunya belum bordir Kudus, bisa pakai yang senada dulu,” jelasnya.
Ia juga menegaskan, pakaian adat Kudus tidak harus berbahan beludru dan dapat disesuaikan dengan kenyamanan serta kebutuhan pegawai.
”Yang penting itu semangatnya. Kalau soal sarung batik Kudusan, saya yakin hampir semua pegawai sudah punya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengenakannya,” ucapnya.
Samani berharap kebijakan ini dapat diterapkan secara luas dan menjadi kebiasaan di berbagai sektor, tidak hanya di lingkungan pemerintahan tetapi juga di masyarakat umum.
”Kalau setiap Kamis pakai pakaian Kudusan dan setiap tanggal 23 mengenakan pakaian adat lengkap, ini bisa menjadi kebiasaan yang membentuk identitas budaya kita,” pungkasnya.
Editor: Cholis Anwar