ICW Sebut Pengunduran Diri Firli Bahuri Itu Modus Lama
Zulkifli Fahmi
Senin, 25 Desember 2023 20:40:00
Murianews, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyorot surat pengunduran Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang dilayangkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut ICW apa yang dilakukan Firli Bahuri itu meniru Lili Pintauli Siregar. Yakni, ingin menghindari penegakan etik di Dewas KPK.
”Setelah Lili Pintauli Siregar berhasil, kali ini Ketua KPK Non Aktif, Firli Bahuri, ingin menirunya,” tulis ICW dalam siaran persnya seperti dikutip Murianews.com, Senin (25/12/2023).
ICW menyebut siasat itu sudah terbaca sejak Firli kerap menghindar ketika Penyidik Polda Metro Jaya ingin memeriksanya. Firli juga mengajukan praperadilan usai ditetapkan sebagai tersangka.
”Lalu, setelah putusan praperadilan tidak menerima permohonannya, mantan jenderal bintang tiga kepolisian itu pun kembali bermanuver dengan cara mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden. Dari sini tentu mudah menebak strategi yang sedang dimainkan Firli, yakni, ingin terbebas dari sanksi etik dan masih menganggap dirinya berintegritas,” tulis ICW.
Melihat itu, ICW yakin Firli bakal dijatuhi sanksi berat oleh Dewas. Sebab, ia dihadapkan dua pelanggaran kode etik sekaligus.
Pelanggaran kode etik pertama yakni, bertemu pihak berperkara dengan bukti foto Firli bersama mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo di gedung olahraga bulutangkis.
”Pada awal Desember lalu Dewas mengkonfirmasi ternyata ada pertemuan lagi yang dilakukan keduanya diikuti dengan sejumlah komunikasi. Merujuk pada Pasal 16 angka 1 huruf a Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 (PerDewas 3/2021), perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat dijatuhi sanksi berat,” tulis ICW.
Sedangkan pelanggaran kode etik kedua, Firli disinyalir tidak memasukkan penyewaan rumah di Kertanegara yang bernilai ratusan juta rupiah ke dalam LHKPN.
”Memang, jika melihat Pasal 14 angka 1 huruf a PerDewas 3/2021, ketidakpatuhan pengisian LHKPN hanya bisa diganjar dengan sanksi ringan. Akan tetapi, Pasal 9 ayat (2) PerDewas 3/2021 mengamanatkan bahwa dalam hal suatu peristiwa Pelanggaran Etik terdapat beberapa perbuatan dengan tingkat sanksi yang berbeda-beda maka sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi yang terberat,” tulis ICW.
Menurutnya, jika terbukti, sanksi yang ditetapkan bisa dikategorikan berat. Sekalipun, kepatuhan LHKPN Firli ini dapat dikembangkan ke arah indikasi penerimaan gratifikasi.
”Sebab, jika bukan dari hasil gratifikasi, mengapa Firli enggan menaruhnya di dalam LHKPN? Bila benar, penerimaan gratifikasi adalah hal terlarang dalam ketentuan kode etik KPK yang mana hukumannya adalah sanksi berat,” urai ICW.
ICW juga menyarankan beberapa hal terkait siasat yang sudah dilakukan oleh Firli. Pertama, mereka meminta agar Dewas segera mengirimkan surat ke Presiden untuk menunda pengunduran diri Firli Bahuri ditunda sampai persidangan dugaan pelanggaran kode etik selesai.
Setelah itu, Presiden harus memnuda penerbitan Keputusan Presiden terkait pemberhentian Firli Bahuri sampai sidang Dewas selesai. Terakhir, Polda Metro Jaya harus menerbitkan surat penangkapan Firli agar kemudian proses hukum berjalan lancar.
Mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan turut buka suara terkait surat pengunduran Firli Bahuri. Sama halnya dengan pihak ICW ia mengatakan ini hanyalah modus lama dari Firli.
”Ini modus lama Firli. Modus ini harusnya tidak boleh berulang, karena akan jadi pola 'jahat'. Cara ini akan membuat pelanggaran tidak diungkap dengan tuntas, sehingga pihak-pihak lain yang terlibat tidak diusut,” ungkapnya dikutip dari Suara.com, Senin (25/12/2023).
Diketahui, Firli Bahuri telah mengirimkan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK pada Presiden Joko Widodo melalui Mensesneg, 18 Desember 2023 lalu.
Belakangan surat itu tidak dapat diterima karena tak sesuai dengan UU KPK. Firli pun mengirimkan revisi surat penguduran dirinya, Sabtu (23/12/2023). Kepada Presiden Jokowi, dia meminta agar permohonan pengunduran dirinya diterima, sekaligus meminta untuk dimaafkan.



