MK: Putusan MKMK Tak Serta Merta Jadi Bukti Nepotisme Jokowi
Zulkifli Fahmi
Senin, 22 April 2024 11:38:00
Murianews, Jakarta – Putusan Mejelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait putusan minimal presiden-wakil presiden di Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023 tak bisa serta merta menjadi bukti nepotisme lahirkan abuse of power Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Itu disampaikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam sidang pengucapan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (22/4/2024).
Arief sebelumnya menyinggung anggapan adanya intevensi Jokowi pada perubahan syarat pasangan capres/cawapres dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023.
Dalam sidang yang disiarkan secara langsung itu, Arief mengungkapkan latar belakang dan keberlakuan putusan itu berkali-kali ditegaskan MK di antaranya dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023 serta Putusan MK Nomor 150/PUU-XXI/2023.
Ia pun menyebut, persoalan penafsiran syarat pasangan calon itu merupakan ranah pengujian norma. Dan hal itu telah diproses MK lewat putusan pengujian undang-undang, sehingga tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut.
Sejak Putusan 90, Arief melanjutkan, syarat yang diberlakukan Pasal 169 ayat (1) huruf q UU Pemilu adalah sebagaimana yang telah dinyatakan MK dalam amar putusan a quo.
Kemudian, Arief menyinggung soal putusan etik berat dari MKMK terkait putusan MK Nomor 90 itu. Menurutnya, putusan MKMK itu tidak bisa serta merta dijadikan bukti yang cukup untuk meyakinkan terlah terjadi nepotisme yang melahirkan abuse of power Jokowi.
”Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut,” kata Arief dikutip dari YouTube MKRI.
Apalagi, kesimpulan dari Putusan MKMK itu kemudian dikutip dalam putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023. Di mana, isi putusan itu menegaskan putusan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan putusan MK.
Arief mengemukakan, dalam konteks sengketa Pilpres, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat. Namun, lebih tepat ditujukan pada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon Pemilu.
”Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” ujarnya.
Dengan begitu, dalil para pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan KPU sebagai termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon agar MK membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon 02 sebagai peserta Pilpres 2024 adalah tidak beralasan menurut hukum.



