Arif Perdana: Jurnalisme Investigatif Garda Terdepan Cegah Hoaks
Zulkifli Fahmi
Selasa, 13 Agustus 2024 18:23:00
Murianews, Kudus – Junalisme investigative yang tajam dan kritis harus menjadi garda terdepan dalam memberantas praktik-praktik manipulasi informasi atau hoaks.
Itu diungkapkan Direktur Action Lab Indonesia Arif Perdana dalam diskusi ’’Potensi Misinformasi di Pilkada. Apa tata kelola dan mitigasinya?’’ yang digelar secara virtual, Selasa (13/8/2024).
Menurutnya, media harus berani mengedepankan verifikasi fakta yang ketat. Bahkan, jika itu berarti melawan arus popularitas atau sensasionalisme.
Dengan jurnalis kembali ke akar profesi mereka, yakni mengunugkap kebenaran dan tak sekadar menjadi corong informasi, maka praktik-praktik manipulasi informasi dapat tereduksi.
Namun, Arif mengingatkan, beban itu tidak bisa hanya dipikul oleh media. Masyarakat juga harus bertransformasi dari konsumen pasif menjadi penjaga aktif informasi.
’’Sikap skeptis dan kritis terhadap setiap informasi yang diterima harus menjadi budaya baru di era post-truth ini,’’ katanya di diskusi yang digelar AMSI bekerja sama dengan Monash University dalam rangkaian Road to Indonesia Digital Conference 2024 itu.
Menurutnya, literasi digital tak lagi sekadar mampu menggunakan teknologi. Literasi digital juga mencakup dalam memilah serta memverifikasi informasi.
’’Ini berarti kita perlu revolusi dalam sistem pendidikan kita, di mana kemampuan berpikir kritis dan verifikasi informasi menjadi keterampilan dasar yang diajarkan sejak dini,’’ ujarnya.
Dengan begitu, Pemerintah dan penyelenggara pemilu tidak bisa lagi bersikap reaktif. Mereka harus proaktif dalam membangun sistem pertahanan informasi yang tangguh.
Kolaborasi dengan platform media sosial harus diintensifkan, bukan hanya untuk menghapus konten bermasalah, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat.
Perlu juga meninjau ulang regulasi untuk mengakomodasi kompleksitas tantangan di era digital, tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi.
’’Bagai penari di atas tali, kita menyeimbangkan kebebasan dan ketertiban. Ini memang memantang, tetapi harus dilakukan demi melindungi integritas demokrasi kita,’’ jelasnya.
Kemudian, Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu, harus memperkuat kapasitasnya dalam mendeteksi dan merespons disinformasi. Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang membangun jaringan pengawasan berbasis masyarakat yang responsif dan efektif.
’’Kerja sama dengan platform media sosial dan dinas komunikasi dan informasi (Kominfo) di daerah-daerah harus diintensifkan untuk memantau dan menangani hoaks secara lebih efektif,’’ katanya.



