Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Usulan pengkajian ulang mandatory spending atau anggaran wajib pendidikan sebesar 20 persen dari APBN ditolak.

Penolakan itu diungkapkan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam Rapat Kerja dengan Kemendikbudristek RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2024)

’’Saya memberikan jawaban bahwa Komisi X menolak usulan utak-atik anggaran mandatori 20 persen yang disampaikan Ibu Sri Mulyani, di mana ingin mandatori 20 persen berbasis pada pendapatan dari APBN, bukan dari belanja APBN. Karena itu, sekali lagi dalam forum yang baik ini kami menyatakan pada posisi menolak,’’ tegasnya seperti dikutip dari Antara.

Menurut Syaiful Huda, usulan otak-atik mandatory spending yang disampaikan bertolak belakang denga napa yang diperjuangkan pihaknya agar dana wajib itu sepenuhnya dilakukan Kemendikbudristek.

Syaiful Huda menilai porsi anggaran itu masih dirasa cukup guna mengakomodasi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas serta pemerataan akses pendidikan di wilayah Indonesia, khususnya wilayah 3T.

Pihaknya khawatir, bila formulasi anggaran pendidikan berpatokan pada pendapatan negara, maka berpotensi menurunkan besaran anggaran untuk pendidikan.

’’Kita bisa bayangkan dengan skema saat ini saja masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya, apalagi jika dana pendidikan diturunkan,’’ imbuhnya.

Syaiful menekankan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 4 jelas menyebutkan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD guna memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.

’’Konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib menyediakan layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM kita, baik dalam hal karakter, kemampuan maupun pengetahuan. Jangan sampai hal ini kemudian diutak-atik untuk mengakomodasi kepentingan lain,’’ tegasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Banggar DPR RI, Rabu (4/9/2024), Menkeu Sri Mulyani mengusulkan agar anggaran wajib pendidikan 20 persen dari belanja negara dikaji ulang.

Sebab, ia menilai belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara, mengingat belanja negara cenderung tidak pasti.

’’Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, dimana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan. Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu,’’ kata Sri Mulyani.

 

Komentar

Terpopuler