Ini 6 Provinsi Paling Rawan Isu SARA di Pemilu, Jateng Tak Masuk
Ali Muntoha
Kamis, 12 Oktober 2023 13:05:00
Murianews, Jakarta – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memetakan enam provinsi paling rawan politisasi isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dalam Pemilu 2024 mendatang.
Tidak ada Jawa Tengah dalam enam daerah yang paling rawan isu SARA dalam Pemilu 2024.
Provinsi paling rawan terkait isu SARA dalam Pemilu 2024 menurut Anggota Bawaslu Lolly Suhenty adalah DKI Jakarta.
Sementara posisi kedua ada Maluku Utara. Kemudian lanjut Lolly, ketiga, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lalu, keempat papua Barat (Papbar), kelima Jawa Barat (Jabar), dan keenam Kalimantan Barat (Kalbar).
”Inilah enam provinsi paling rawan,kalau kita bicara soal isu soal politisasi SARA," katanya dikutip Murianews.com dari laman Bawaslu pada Kamis (12/10/2023).
Berdasarkan pemetaan yang disusun Puslitbangdiklat Bawaslu tersebut Lolly berharap, terhadap enam provinsi berpotensi kerawanan tertinggi soal Isu SARA ini, memiliki strategi dalam melakukan pencegahannya.
Selain itu, ada 20 kabupaten/kota di enam provinsi itu yang memiliki kerawanan tinggi. Dari 20 daerah ini sembilan di antaranya berada di wilayah Indonesia Timur.
Kabupaten/kota itu yakni Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kota Jakarta Pusat, Kabupaten Sampang, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Alor, Kabupaten Malaka, Kabupaten Mappi, Kota Jakarta Barat.
Potensi kabupaten/kota terawan selanjutnya yakni Kabupaten Kepulauan Yapen, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Mimika, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Sleman, Kabupaten Landak, Kabupaten Sarmi, dan Kota Sabulussalam.
Bawaslu menuturkan jika kekerasan berbasis SARA merupakan muara dari berbagai indikator politisasi SARA, yakni kampanye di media sosial, kampanye tempat umum, dan penolakan calon berbasis SARA.
Lolly menyebutkan Provokasi di Media Sosial menjadi modus kekerasan berbasis SARA tertinggi baik di provinsi dan kabupaten/kota. Kedua adalah provokasi online, bentrok antarkelompok, dan kerusuhan warga.
Untuk itu, dia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi melakukan upaya pencegahan politisasi SARA dengan melibatkan berbagai pihak terkait, Seperti Kemenkominfo, Dewan Pers, Platform Media Sosial untuk pencegahan kampanye dan provokasi SARA di media sosial dan media massa lainnya.
Serta kerja sama dengan para pihak seperti TNI/Polri dan BIN untuk menidentifikasi gejala politisasi SARA dan mencegah berkembangnya Politisasi SARA.



