Kamis, 20 November 2025

Murianews, KudusKejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah, mengonfirmasi mulai memeriksa Kepala Disnakerperinkop UKM Kudus Rini Kartika Hadi Ahmawati atas kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).

Ia diperiksa bebarengan dengan petugas menggeledah kantor tempatnya bekerja, Senin (19/8/2024) pukul 09.00 WIB pagi tadi. Dalam pemeriksaan itu, Rini diketahui berstatus sebagai saksi.

”Jadi Bu Rini (Kepala Dinaskerperinkop UMK) ini kami hadirkan dan kami periksa sebagai saksi,” ucap Kasi Pidana Khusus Kejari Kudus Dwi Kurnianto dalam jumpa pers, Senin sore.

Kemudian di sela pemeriksaannya tersebut, pihak kejaksaan kemudian melakukan penggeledahan di Kantor Disnaker Kudus, tepatnya di ruangan Rini. Penggledahan berlangsung mulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB.

”Kemudian Bu Rini kami bawa ke sini lagi karena pemeriksaannya belum selesai,” tuturnya.

Dalam penggledahan tersebut, kejaksaan menyita sejumlah barang bukti dalam dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek pembangunan SIHT Kudus. Adapun beberapa bukti tersebut ialah berkas perjanjian kerja sama, lelang, HP hingga satu buah laptop.

Saat ini sendiri status dari kasus dugaan tipikor ini masih dalam proses pemanggilan saksi. Penetapan tersangka akan dilakukan ketika bukti sudah kuat.

Kejari Kudus juga telah mengonfirmasi adanya dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek SIHT Kudus milik Disnakerperinkop tersebut.

Adapun rincian dugaan tipikornya adalah bahwa pada tahun 2023 dinas ketenagakerjaan melakukan kegiatan pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) yang salah satunya terdapat pekerjaan Urug yang memiliki volume 43.223 m².

Selanjutnya, dalam pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan metode E-Catalog dengan pemenang berkontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp 9,16 miliar dengan harga satuan sebesar Rp 212 ribu.

Oleh direktur tersebut pekerjaannya tidak dikerjakan langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan oknum bernama SK dengan nilai kontrak yang disunat sebesar Rp 4,04 dengan harga satuan Rp 93,5 ribu tanpa sepengetahuan PPK.

Yang paling parah, kemudian oleh oknum SK tersebut penyelesaiannya kembali dikerjasamakan lagi dengan oknum AK dengan nominal yang kembali disunat dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp 3,11 miliar dengan harga satuan Rp 72 ribu tanpa sepengetahuan PPK.

Selain itu ditemukan fakta bahwa bahan material yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari sesuai dengan surat dukungan.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler