Kamis, 20 November 2025

Perang harga untuk memikat konsumen pun melanda. Saling ambil konsumen demi keberlangsungan usaha pun tidak bisa disalahkan. Namun Dewi Shinta tidak melakukannya.

Mereka memilih untuk mengembangkan usahanya dengan kreasi-kreasi olahan batiknya. Tidak ada turun-turun harga. Hanya terus menjaga kualitas bahan, menggencarkan pemasaran dan pemahaman bahwa barang mereka bukanlah produk yang sembarangan.

”Iya, banting harga semua, kami tidak bisa kalau melakukan itu. Masuk ke toko juga banting harga. Akhirnya kami mencoba untuk membuat konveksi batik dan akhirnya diterima dan kami masih bisa menyambung napas. Ya meski bisa dibilang si tenun ini sempat mandek, tapi Alhamdulillah batiknya jalan,” sambung Ryan.

Era 2000-an, setelah lolos dari krisis moneter, Dewi Shinta harus melanjutkan perjalanannya. Suntikan modal tentu menjadi senjata utama bersaing di era ini.

Ryan bercerita, tak hanya Dewi Shinta saja, semua perajin tenun Troso kala itu, harus berjuang dengan modal seadanya untuk menghadapi persaingan bisnis di industri kain.

Secercah harapan tiba ketika Pertamina kembali membuka bantuan modal usahanya. Dewi Shinta yang memang sedari awal menjadi mitra Pertamina, diperbolehkan untuk mengambilkan modal-modal usaha para perajin tenun troso lainnya.

Kala itu, Ryan bercerita ada delapan perajin tenun Troso yang berpartisipasi dalam pengambilan modal usaha ini.

Sistemnya, Dewi Shinta menjadi penjamin delapan usaha tenun Troso untuk mendapatkan bantuan modal dari Pertamina. Singkat cerita, mereka pun berhasil naik bersama.

Pertamina juga kerap mengajak mereka pameran kesana-kemari. Mempromsikan produk, membangun relasi dan menciptakan jalur perdagangan para produk binaan sendiri.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler