Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Polri beli Boeing 737-800, ini menjadi berita hangat yang mendapatkan banyak sorotan. Mengapa mereka ngotot? Ternyata ini alasannya.

Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, menyebut ini menjadi kebutuhan penting Polri. Selama ini Polri harus menyesuaikan jadwal dan regulasi penerbangan sipil.

Pendapat ini juga diperkuat oleh anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Selama ini, rute dan jadwal penerbangan untuk pengerahan mendadak pasukan Polri, terkadang ‘bermasalah’. Itu karena bergantung pada penerbangan komersial.

Sehingga jika dilihat dari sisi urgensi maka ya memang bisa diargumentasikan hal ini memang menjadi kebutuhan dan urgen. Dalam hal ini Komisi III disebutnya tidak ikut campur dalam masalah jenis dan kapasitas pesawatnya.

"Ketika pada akhirnya yang dipilih oleh Polri ini adalah pesawat bekas pakai jenis Boeing 737-800NG, maka bagi Komisi III yang penting adalah prosesnya telah benar," kata Arsul Sani.

Pendapat yang mendukung juga terlontar dari Komisioner Kompolnas, Poengki Indarti. Menurutnya pengadaan pesawat oleh Polri itu memang dibutuhkan. Itu dibutuhkan untuk mengangkut pasukan dan perlengkapannya.

“Untuk pesawat, Polri memang butuh banyak. Terutama untuk pergeseran pasukan serta untuk transportasi di wilayah-wilayah terpencil,” kata Poengki.

Polri membeli pesawat buatan tahun 2019 itu dari sebuah perusahaan di Irlandia dengan harga Rp664,38 miliar. Diluar itu, mereka harus memodifikasi kabin, suku cadang, pemeliharaan dan kebutuhan pilot dengan biaya mencapai Rp330,96 miliar.

Polri juga menyebut, Pesawat Boeing yang dibeli itu memiliki riwayat jam terbang kurang dari 3.000 jam. Pesawat ini juga diketahui memiliki kapasitas 184 kursi.

Rencananya, pesawat akan dimodifikasi dengan kapasitas empat kursi premium bisnis, 16 kursi bisnis, dan 114 kursi ekonomi. Inilah yang pada akhirnya menimbulkan polemik.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, menyatakan alasan yang disampaikan Polri belum menunjukan urgensi dari pembelian ini.

“Kalau dikaitkan dengan dinamika pemilu, beberapa tahun terakhir ini dinamikanya tidak terlalu mendesak. Kalau butuh, ya butuh di wilayah rawan saja yang bisa dipenuhi dengan charter pesawat komersil,” jelas Bambang.

Mobilisasi anggota besar-besaran pun, menurutnya, hanya terjadi sesekali apabila eskalasi kerawanan tinggi. Di luar kondisi itu, Polri semestinya bisa mengandalkan personil dari markas-markasnya di daerah.

“Kebutuhan untuk mobilisasi itu memangnya setiap hari? Apakah sebegitu besarnya mobilisasi personel kepolisian? Kalau pun sebesar itu, apa gunanya Polda-Polda di daerah?” ujar Bambang.

Komentar

Terpopuler