DBD di Jepara Perlu Pendekatan Represif, Tak Sekadar Preventif
Budi Santoso
Jumat, 1 Maret 2024 15:53:00
Murianews, Kudus – Penanganan DBD di Jepara perlu pendekatan represif, tidak lagi sekedar preventif. Hal ini didasarkan dari perkembangan DBD terkini yang telah menimbulkan kekhawatiran warga Jepara.
Kasus DBD di Jepara pada awal tahun ini jumlahnya sudah melebihi jumlah yang terjadi pada 2023 lalu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh dr Vita Ratih Nugraheni, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan di Dinkes Jepara.
Dalam sebuah acara talk show di Radio Kartini Jepara, belum lama ini, dr Vita Ratih menyebut kasus DBD di Jepara pada tahun lalu hanya 700-an. Saat itu jumlah korban meninggal hanya berjumlah 5 orang saja.
Namun saat ini, kasus DBD yang terjadi sudah melebihi kasus yang terjadi pada 2023. Dalam dua bulan saja di tahun 2024 ini, jumlah kasus yang terjadi sudah melebihi yang terjadi sepanjang tahun 2023.
Pada awal tahun 2024, seperti disebutkan oleh Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta jumlahnya sudah mencapai 824 kasus. Rinciannya terdiri dari 689 tersangka dan 120 positif DBD.
“DBD di Jepara ini cukup meresahkan. Saya juga sudah keluarkan status tanggap darurat DBD. Pasien meninggal dunia 16 orang,” ujar Edy Supriyanta, Jumat (1/3/2024).
Sementara itu di lapangan, penanganan kasus DBD sepertinya menimbulkan masalah dengan ketidaksiapan RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang ada. Banyak RS yang menolak pasien karena habisnya kamar dan bed.
Kapasitas RS dan Fasilitas Kesehatan yang ada di Jepara, sudah tidak mampu lagi menampung ledakan kasus DBD yang terjadi. Situasi ini sepertinya menuntut dilakukanya langkah represif di tengah langkah preventif yang sudah dilakukan.
Langkah preventif sampai saat ini, konon sudah dijalankan oleh Dinkes Jepara. Namun seserius apa langkah ini juga masih belum bisa dipastikan, mengingat kasus yang terjadi tidak menurun tapi masih terus meningkat.
Fakta bahwa saat ini masyarakat membutuhkan kesiapan pelayanan kesehatan sepertinya harus disikapi Pemkab Jepara. Langlah represif perlu kiranya segera ditempuh secara nyata, jika tidak ingin jumlah korban terus berjatuhan karena DBD.
Salah satu pejabat di Pemkab Jepara, kabarnya sudah mengusulkan untuk membangun tenda-tenda darurat di RSUD Kartini Jepara. Tenda-tenda darurat tersebut dimaksudkan sebagai ruang perawatan darurat.
Langkah ini merupakan salah satu upaya represif yang diusulkan bisa dilaksanakan. Sehingga masyarakat yang membutuhkan penanganan bisa tetap tertangani dengan segera.
Konsep ini sama seperti yang dilakukan saat menghadapi badai covid-19 beberapa tahun lalu. Langkah seperti itu dipandang cukup efektif untuk situasi yang saat ini terjadi.
Namun sayangnya, usulan ini tidak disetujui oleh pihak RSUD Kartini Jepara. Pihak rumah sakit masih bersikeras mencoba membuka ruang-ruang baru untuk pelayanan pasien. Namun kenyataannya hal itu belum cukup mengatasi situasi.
Dari informasi yang berkembang, sudah ada beberapa warga yang kesulitan mendapatkan perawatan di RS atau Fasilitas Kesehatan. Kebanyakan beralasan sudah tidak memiliki ketersediaan bed dan ruang perawatan.
Bahkan dalam situasi sulitnya mendapatkan perawatan ini, muncul kabar pasien yang meninggal dalam usaha mereka datang ke RS. Kabar ini tentu saja sangat disesalkan, mengingat masalah kesehatan seharusnya menjadi bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



