Polusi Udara di Jabodetabek Harus Ditangani Serius
Budi Santoso
Jumat, 31 Mei 2024 10:06:00
Murianews, Jakarta – Polusi udara atau pencemaran udara di kawasan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) semakin mengkhawatirkan. Kondisi ini memerlukan penanganan serius, agar tidak semakin memburuk bagi warga masyarakat.
Ditjen Gakkum KLHK (Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) menyebutkan, perlu upaya untuk mengatasipasi penurunan kualitas udara di wilayah itu. Masalah ini harus ditangani secara serius.
"Ambil tindakan tegas apabila ada indikasi pelanggaran," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, seperti dilansir dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Dikatakan oleh Rasio Ridho Sani, tindakan tegas terhadap aksi pencemaran atau polusi udara diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Langkah itu juga akan memastikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.
"Saya juga sudah meminta penyidik untuk melakukan penegakan hukum pidana apabila terjadi pencemaran dari usaha atau kegiatan," katanya.
Rasio menegaskan, pihaknya siap melakukan penegakan hukum secara serius terhadap pelanggaran dan pencemaran atau polusi udara. Sebab dalam ketentuannya sudah diatur beragam sanksi yang bisa dikenakan bagi si pelaku pencemaran udara.
Sanksi bagi pelanggar perizinan lingkungan dan pelaku pencemaran udara ialah sanksi administrasi, perdata, dan pidana. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Sanksi administrasi dapat diterapkan berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha, dan/atau pencabutan perizinan berusaha (pasal 82C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023)," jelasnya.
Untuk penerapan hukum perdata dapat dilakukan melalui Hak Gugat Pemerintah (pasal 90 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009). Sedangkan ancaman pidana dapat mengacu pasal 98-99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Saat ini telah dibentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara yang dilatarbelakangi atas penurunan kualitas udara yang signifikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Satgas tersebut dibentuk pada 2023 untuk mengatasi persoalan ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro yang juga Ketua Harian Satgas menyampaikan, KLHK terus memonitor kualitas udara di wilayah Jabodetabek. Kegiatan monitor kualitas udara itu dilakukan melalui alat pemantau kualitas udara (Air Quality Monitoring System-AQMS) yang tersebar di 15 titik.
Melalui kegiatan pemantauan kualitas udara tersebut, akan menjadi bagian dalam pengambilan keputusan terkait masalah polusi udara. Dalam hal ini termasuk untuk mendukung upaya penegakan hukum.
Sepanjang tahun 2023, Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK telah melakukan pengawasan terhadap 63 perusahaan. Juga telah melakukan penyegelan dan penghentian kegiatan sementara terhadap 29 perusahaan, yang di antaranya karena melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan, open burning, dumping limbah, dan melebihi baku mutu udara ambien dan/atau emisi.
Murianews, Jakarta – Polusi udara atau pencemaran udara di kawasan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) semakin mengkhawatirkan. Kondisi ini memerlukan penanganan serius, agar tidak semakin memburuk bagi warga masyarakat.
Ditjen Gakkum KLHK (Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) menyebutkan, perlu upaya untuk mengatasipasi penurunan kualitas udara di wilayah itu. Masalah ini harus ditangani secara serius.
"Ambil tindakan tegas apabila ada indikasi pelanggaran," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, seperti dilansir dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Dikatakan oleh Rasio Ridho Sani, tindakan tegas terhadap aksi pencemaran atau polusi udara diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Langkah itu juga akan memastikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.
"Saya juga sudah meminta penyidik untuk melakukan penegakan hukum pidana apabila terjadi pencemaran dari usaha atau kegiatan," katanya.
Rasio menegaskan, pihaknya siap melakukan penegakan hukum secara serius terhadap pelanggaran dan pencemaran atau polusi udara. Sebab dalam ketentuannya sudah diatur beragam sanksi yang bisa dikenakan bagi si pelaku pencemaran udara.
Sanksi bagi pelanggar perizinan lingkungan dan pelaku pencemaran udara ialah sanksi administrasi, perdata, dan pidana. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Sanksi administrasi dapat diterapkan berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha, dan/atau pencabutan perizinan berusaha (pasal 82C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023)," jelasnya.
Untuk penerapan hukum perdata dapat dilakukan melalui Hak Gugat Pemerintah (pasal 90 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009). Sedangkan ancaman pidana dapat mengacu pasal 98-99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Saat ini telah dibentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara yang dilatarbelakangi atas penurunan kualitas udara yang signifikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Satgas tersebut dibentuk pada 2023 untuk mengatasi persoalan ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro yang juga Ketua Harian Satgas menyampaikan, KLHK terus memonitor kualitas udara di wilayah Jabodetabek. Kegiatan monitor kualitas udara itu dilakukan melalui alat pemantau kualitas udara (Air Quality Monitoring System-AQMS) yang tersebar di 15 titik.
Melalui kegiatan pemantauan kualitas udara tersebut, akan menjadi bagian dalam pengambilan keputusan terkait masalah polusi udara. Dalam hal ini termasuk untuk mendukung upaya penegakan hukum.
Sepanjang tahun 2023, Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK telah melakukan pengawasan terhadap 63 perusahaan. Juga telah melakukan penyegelan dan penghentian kegiatan sementara terhadap 29 perusahaan, yang di antaranya karena melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan, open burning, dumping limbah, dan melebihi baku mutu udara ambien dan/atau emisi.