Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Pemerintah Indonesia memperketat aturan ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.

Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas Permendag Nomor 26 Tahun 2024. Regulasi baru ini efektif berlaku sejak 8 Januari 2025.

Seperti dilansir dari Antara, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan kebijakan ini bertujuan untuk mendukung program minyak goreng rakyat. Kemudian juga memastikan pasokan bahan baku untuk biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).

"Prioritas utama pemerintah adalah ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO) untuk industri dalam negeri. Kami harus memastikan industri minyak goreng dan implementasi B40 tidak terganggu," ujar Budi Santoso, Kamis (9/1/2025).

Ketentuan baru dala ekspor komuditas POME, HAPOR dan UCO/Jelantah dituangkan dalam Permendag 2 Tahun 2025. Sesuai aturan ini, Ekspor POME, HAPOR, dan UCO kini memerlukan Persetujuan Ekspor (PE) yang disepakati dalam rapat koordinasi lintas kementerian.

Para eksportir yang telah mengantongi PE dari aturan sebelumnya (Permendag 26 Tahun 2024), dalam ha ini masih dapat melanjutkan ekspor hingga masa berlaku izin berakhir. Mendag Budi Santoso mengungkapkan, data mencatat volume ekspor POME dan HAPOR jauh melebihi batas wajar.

Pada 2023, Ekspor mencapai 4,87 juta ton, sementara ekspor CPO hanya 3,60 juta ton. Kemudian pada 2024 (Januari-Oktober), eskspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton, lebih besar dari ekspor CPO yang hanya 2,70 juta ton.

Tidak semua dari Residu...

Data-data tersebut menunjukkan bahwa POME dan HAPOR yang diekspor tidak sepenuhnya berasal dari residu. Melainkan melibatkan pencampuran dengan CPO, sehingga kondisi ini dinilai dapat mengganggu ketersediaan bahan baku dalam negeri.

Selain itu, praktik pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) langsung menjadi POME dan HAPOR telah memicu alih TBS ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berondolan. Sehingga Pabrik Kelapa Sawit konvensional kesulitan mendapatkan pasokan TBS.

"Jika ekspor terus meningkat, ketersediaan CPO untuk industri dalam negeri akan terganggu. Kami perlu melindungi sektor industri domestik yang sangat bergantung pada bahan baku ini," tambahnya.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengendalikan ekspor produk turunan kelapa sawit secara lebih efektif. Sekaligus juga memastikan kebutuhan bahan baku domestik terpenuhi, terutama untuk mendukung program strategis nasional seperti minyak goreng rakyat dan B40.

Komentar

Terpopuler