Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, mengatakan, kebijakan baru pemerintah itu membuat pelaku usaha umrah syok. Sebab kebijakan ini memungkinkan ibadah umrah dilakukan secara mandiri.
Seperti dilansir dari Detik, kebijakan ini menurut Zaky Zakaria akan menimbulkan berbagai implikasi. Umrah mandiri yang dilegalkan, akan mengesampikan peran Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) berizin. Berikutnya, akan membuka peluang terjadinya persaingan yang lebih luas dalam usaha travel umrah.
PPIU yang berizin akan bisa menghadapi persaingan dengan pelaku usaha travel di tingkat global. Jika itu terjadi, para pelaku usaha travel umrah yang merupakan PPIU berizin bisa saja akan mengalami kesulitan. Sebab banyak pelaku usaha travel di tingkat global yang memiliki kekuatan modal dan jaringan yang jauh lebih kuat.
Meski demikian, Zaky masih ingin memastikan bagaimana kebijakan pemerintah tentang kegiatan Umrah ini akan dijalankan. Terutama terkait dengan adanya ’batas pengaman’ yang disebutkan dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru.
"UU PIHU baru memang menyebut dua batas pengaman: penyedia layanan dan sistem informasi kementerian. Namun pertanyaannya, siapa yang dimaksud dengan "penyedia layanan"? Apakah hanya PPIU/PIHK berizin, ataukah marketplace global juga termasuk,” ujar Zaky.
Demikian pula pada yang dimaksud "sistem informasi kementerian". Apakah hanya berupa pelaporan administratif, atau aplikasi satu pintu yang memungkinkan semua pihak, termasuk perusahaan asing bisa menjual paket umrah langsung ke jamaah Indonesia. Masalah ini yang masih harus diperjelas.
Murianews, Jakarta – Menyusul perubahan kebijakan Pemerintah untuk kegiatan ibadah Umrah, yang melegalkan umrah mandiri, diperkirakan akan menimbulkan dampak besar bagi para pelaku usaha travel umrah. Kebijakan ini disebut berpotensi akan memukul usaha bisnis travel umrah di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, mengatakan, kebijakan baru pemerintah itu membuat pelaku usaha umrah syok. Sebab kebijakan ini memungkinkan ibadah umrah dilakukan secara mandiri.
Seperti dilansir dari Detik, kebijakan ini menurut Zaky Zakaria akan menimbulkan berbagai implikasi. Umrah mandiri yang dilegalkan, akan mengesampikan peran Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) berizin. Berikutnya, akan membuka peluang terjadinya persaingan yang lebih luas dalam usaha travel umrah.
PPIU yang berizin akan bisa menghadapi persaingan dengan pelaku usaha travel di tingkat global. Jika itu terjadi, para pelaku usaha travel umrah yang merupakan PPIU berizin bisa saja akan mengalami kesulitan. Sebab banyak pelaku usaha travel di tingkat global yang memiliki kekuatan modal dan jaringan yang jauh lebih kuat.
Meski demikian, Zaky masih ingin memastikan bagaimana kebijakan pemerintah tentang kegiatan Umrah ini akan dijalankan. Terutama terkait dengan adanya ’batas pengaman’ yang disebutkan dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru.
"UU PIHU baru memang menyebut dua batas pengaman: penyedia layanan dan sistem informasi kementerian. Namun pertanyaannya, siapa yang dimaksud dengan "penyedia layanan"? Apakah hanya PPIU/PIHK berizin, ataukah marketplace global juga termasuk,” ujar Zaky.
Demikian pula pada yang dimaksud "sistem informasi kementerian". Apakah hanya berupa pelaporan administratif, atau aplikasi satu pintu yang memungkinkan semua pihak, termasuk perusahaan asing bisa menjual paket umrah langsung ke jamaah Indonesia. Masalah ini yang masih harus diperjelas.
Bisa Gulung Tikar...
Namun Zaki menyatakan, jika pada akhirnya kebijakan baru dalam penyelenggaraan ibadah umrah ini membuka kesempatan perusahaan asing atau marketplace global masuk, maka ekosistem umrah berbasis keumatan di Indonesia terancam runtuh. Jika itu terjadi maka akan banyak PPIH akan gulung tikar.
"Padahal, sejak dahulu, aturan negara menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah umrah hanya dapat dilakukan oleh badan usaha resmi yang terakreditasi dan diawasi ketat oleh pemerintah," ungkap Zaky dalam keterangan persnya, Kamis (23/10/2025), seperti dilansir Detik.com.
Zaky menambahkan, bagi ribuan pelaku PPIU/PIHK yang telah berinvestasi besar, patuh membayar pajak, menjalani sertifikasi dan audit rutin, serta menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang, keputusan ini seperti petir di siang bolong. Legalisasi umrah mandiri bisa membawa dampak besar dan merugikan.
Itu tidak hanya dari sisi perlindungan jamaah maupun perekonomian nasional. Karena, ada sekitar 4,2 juta pekerja yang menggantungkan hidup pada sektor haji dan umrah ini. Kekhawatiran ini bukan sekadar soal hilangnya pangsa pasar, tetapi juga tergerusnya fondasi ekonomi keumatan.
Dengan dibukanya peluang umrah mandiri, perusahaan besar atau marketplace global seperti Agoda, Traveloka, Tiket.com, bahkan platform asing seperti Nusuk dan Maysan, bisa langsung menjual paket perjalanan kepada jamaah Indonesia. Jika itu benar terjadi, maka akan terjadi kiamat bagi pelaku usaha PPIU dan PIHK di Indonesia.
"Mereka memiliki modal besar dan strategi "bakar uang" yang sulit disaingi oleh travel-travel berbasis umat. Jika ini dibiarkan, bukan hanya PPIU kecil-menengah yang runtuh, tapi juga rantai ekonomi domestik: hotel syariah, katering halal, layanan penerjemah, hingga TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di sektor jasa bisa lenyap," beber Zaky.
Selain itu, tanpa bimbingan dari pihak berizin, jamaah yang memilih umrah secara mandiri berisiko tinggi melakukan kesalahan manasik. Bisa juga berpotensi kehilangan kesiapan spiritual, atau bahkan menjadi korban penipuan. Di sisi lain umrah adalah ibadah, bukan sekadar perjalanan wisata, dan memerlukan pembinaan fiqh serta pendampingan rohani.
Pemerintah RI dan DPR RI sendiri sebelumnya telah melegalkan Umrah Mandiri. Kebijakan ini tertuang dalam UU PIHU yang baru. Dalam salinan UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pasal 86 ayat 1 huruf b menyatakan perjalanan ibadah umrah bisa dilakukan secara mandiri. Sebelumnya, ibadah umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).