Kamis, 20 November 2025

Murianews, Cilegon – Sumedi Madasik, seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kota Cilegon, telah menghentikan penyaluran air dari sumur bor miliknya ke rumah warga Cisuru RT 03 RW 06 Kelurahan Suralaya, Kecamatan Pulomerak.

Keputusan Sumedi ini lantaran warga Cisuru tersebut yang sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk mendukung Sumedi, namun kenyataannya malah sebaliknya. Suara Sumedi di Cisuru justru hanya mendapatkan sedikit.  

Salah seorang warga, Buki menjelaskan, Sumedi sebelumnya meminta dukungan dari warga untuk mendukungnya dalam Pemilu 2024. Namun, banyak warga yang tidak memberikan dukungan tersebut, menyebabkan Sumedi tidak terpilih.

”Beliau minta supaya dapat 100 suara dari kampung ini,” ungkap Buki mengutip Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Menurut Buki, tidak ada perjanjian tertulis antara Sumedi dan warga terkait dukungan politik dalam Pemilu. Selama penyaluran air berlangsung selama empat tahun, warga membayarnya sesuai dengan jumlah air yang diambil, dengan biaya sebesar Rp 10.000 per kubik.

Sementara itu, warga lain, Satriah, mengakui adanya kesepakatan antara warga dengan Sumedi dalam Pemilu 2024. Namun, karena banyak warga yang tidak memilih Sumedi, akhirnya Sumedi kecewa dan menghentikan penyaluran air.

Pasca penyetopan air bersih tersebut, warga hanya bisa pasrah karena sumur bor tersebut merupakan milik pribadi Sumedi, bukan milik pemerintah. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan perhatian untuk mengatasi masalah ini.

Sumedi sendiri mengakui telah menghentikan penyaluran air bersih tersebut, namun ia membantah bahwa hal ini dilakukan secara sepihak setelah ia gagal terpilih sebagai caleg PKS dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, penyetopan ini dilakukan atas kesepakatan bersama untuk mencari solusi terkait biaya listrik untuk pengaliran air bersih ke masyarakat.

Dalam pertemuan pada 18 Februari 2024, ia menawarkan kenaikan biaya pengambilan air dari Rp 10.000 per kubik. Sumedi menyebut, warga membayar Rp 10.000 per kubik, namun ia hanya menerima Rp 5.000. Sisa uang tersebut digunakan oleh warga untuk perawatan mesin dan pembayaran listrik.

”Itu sudah berjalan empat tahun lebih. Selisihnya antara Rp 2 juta-Rp 2,5 juta setiap bulan. Saya harus menyubsidi pembayaran listrik untuk pengaliran air bersih ke masyarakat,” terang Sumedi.

Sumedi juga tidak menampik jika dirinya kecewa dengan hasil suara di Cisuru. Ia merasa kecewa karena hanya mendapat suara sekitar 45 persen dari jumlah 140 warga yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), padahal ia hanya meminta 100 suara.

”Saya cuma berharap itu cuma 100 suara. Wajarlah kurang lebih sekitar 70 persen, tapi yang saya dapat cuma 45 persen,” kata dia.

Ia menyebut, warga setempat telah bersepakat untuk memberikan hak pilih mereka kepada dirinya saat Pemilu 2024. Namun pada pelaksanaannya, sejumlah warga diduga menerima uang untuk memilih caleg lainnya.

”Itu akibat serangan fajar,” kata Sumedi.

Komentar

Terpopuler