Yenny Wahid Minta Pemerintah Batalkan Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
Cholis Anwar
Senin, 23 Desember 2024 07:17:00
Murianews, Jakarta – Putri Presiden ke-4 RI Abdurrachman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025.
Yenny menilai, pemerintah seharusnya melihat kembali kondisi ekonomi masyarakat yang tengah tertekan akibat tantangan ekonomi global.
Menurut Yenny, kenaikan PPN dapat menambah beban ekonomi masyarakat yang sudah kesulitan. Ia menegaskan, pemerintah harus mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap kehidupan rakyat.
”Lihat dulu kondisi ekonomi, lihat dulu kondisi rakyat. Jangan dilanjutkan rencana ini,” ujar Yenny di Kantor GP Ansor, Jakarta Pusat, dikutip dari Antara, Senin (23/12/2024).
Yenny juga meminta seluruh fraksi partai politik di DPR untuk merevisi pasal yang mengatur kenaikan PPN dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pasal 7 ayat 1 huruf B dalam UU tersebut mengatur bahwa tarif PPN dapat dinaikkan menjadi 12 persen mulai 2025.
Ia menyoroti Pasal 7 ayat 3 yang memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN, dengan angka terendah lima persen dan tertinggi 15 persen.
Opsi Fleksibilitas...
Menurutnya, dengan adanya fleksibilitas tersebut, pemerintah bisa memilih untuk tidak menaikkan tarif PPN saat ini.
”Saya ingin mengatakan ke semua partai, mari kita ubah saja UU-nya, karena di dalam UU tersebut sebenarnya ada keleluasaan. Kita bisa menaikkan atau menurunkan tarif, dan tidak harus langsung dinaikkan,” ujarnya.
Yenny mengingatkan, jika kenaikan PPN tetap dilaksanakan, maka harga barang di pasar akan ikut melonjak, yang justru akan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Ia juga membandingkan dengan negara-negara lain yang justru menurunkan pajak di tengah ancaman resesi global.
”Negara lain malah sedang menurunkan pajaknya karena mereka tahu kondisi ekonomi dunia resesi, di mana-mana dunia, di negara-negara ketika resesi jangan dinaikkin pajaknya, makin seret,” tambahnya.



