Lebih lanjut, hasil pengolahan gula tersebut dijual ke pasaran oleh perusahaan swasta dengan harga Rp 16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu ditetapkan sebesar Rp 13.000 per kilogram.
Praktik ini menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional tidak tercapai. Selain itu, terdapat dugaan kerugian negara akibat pelanggaran aturan importasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Murianews, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016.
Para tersangka merupakan pihak perusahaan swasta yang diduga terlibat dalam praktik melawan hukum terkait impor gula kristal mentah (GKM) yang diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan, penetapan ini berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti permulaan yang cukup.
”Sembilan tersangka ini adalah TWN (Direktur Utama PT AP), WN (Presiden Direktur PT AF), AS (Direktur Utama PT SUJ), IS (Direktur Utama PT MSI), PSEP (Direktur PT MT), HAT (Direktur PT DSI), ASB (Direktur Utama PT KTM), HFH (Direktur Utama PT BMM), dan ES (Direktur PT PDSU),” jelas Abdul Qohar dikutip dari Antara, Senin (20/1/2025).
Pada 2015, rapat koordinasi bidang perekonomian membahas proyeksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton pada awal 2016. Namun, rapat tersebut tidak pernah memutuskan perlunya impor GKP.
Dalam perkembangan kasus ini, tersangka Charles Sitorus, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, disebut memerintahkan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta untuk ditunjuk sebagai importir GKM.
Pertemuan itu terjadi sebelum penandatanganan kontrak, yang bertujuan menetapkan perusahaan tersebut sebagai pelaksana pengolahan GKM menjadi GKP.
”Pada Januari 2016, surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP ditandatangani oleh tersangka Tom Lembong. Namun, delapan perusahaan yang ditunjuk hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi, bukan sebagai importir gula,” tambahnya.
Pengelolaan gula...
Lebih lanjut, hasil pengolahan gula tersebut dijual ke pasaran oleh perusahaan swasta dengan harga Rp 16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu ditetapkan sebesar Rp 13.000 per kilogram.
PT PPI juga disebut menerima fee sebesar Rp 105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut.
Praktik ini menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional tidak tercapai. Selain itu, terdapat dugaan kerugian negara akibat pelanggaran aturan importasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.