Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengidentifikasi spesies baru anggrek akar tak berdaun yang merupakan tumbuhan endemik Sumatra.

Spesies anggrek dari genus Chiloschista (Orchidaceae) ini diberi nama Chiloschista tjiasmantoi Metusala. Nama ini sebagai bentuk penghargaan kepada filantropis lingkungan, Wewin Tjiasmanto, atas dukungannya terhadap upaya pelestarian flora di Indonesia, khususnya Aceh.

Destario Metusala, peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Bioevolusi BRIN mengatakan, individu anggrek ini ditemukan tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi terbuka yang berdekatan dengan hutan.

Warna anggrek ini menyerupai kulit batang pohon, sehingga sulit dideteksi. Namun, organ bunganya yang kecil berwarna kuning cerah menjadi penanda keberadaannya.

Setelah dikoleksi dan diobservasi, spesimen berbunga menunjukkan ciri khas morfologi bunga yang berbeda dengan spesies Chiloschista lainnya, terutama C. javanica dan C. sweelimii.

”Anggrek C. tjiasmantoi masuk dalam kategori genting (endangered) menurut kriteria IUCN Redlist. Hal ini disebabkan oleh luas area sebaran dan jumlah populasi yang terbatas, serta ancaman ekspansi perkebunan dan perubahan iklim,” ungkap Destario dikutip dari Antara, Kamis (27/3/2025).

Destario juga menekankan perlunya perluasan kawasan lindung di Aceh untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam punah, terutama spesies unik yang hanya ada di provinsi tersebut.

Anggrek C tjiasmantoi memiliki kuntum bunga dengan lebar 1-1,2 cm, berwarna kuning dengan pola bintik jingga atau kemerahan.

Karakter anggrek endemik Sumatra...

Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara simultan.

Spesies ini umumnya ditemukan pada ketinggian 700-1000 mdpl, tumbuh menempel di batang pepohonan tua di habitat semi terbuka, berangin, dan lembap.

Musim berbunga biasanya terjadi pada pertengahan Juli serta awal November hingga akhir Desember.

Destario menjelaskan keunikan anggrek ini terletak pada evolusi organ daunnya yang tereduksi secara ekstrem.

Proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya. Keunikan ini membuka peluang riset lanjutan untuk menelisik berbagai aspek biologinya.

Anggrek tak berdaun seperti Chiloschista ini memiliki penampilan seperti sekumpulan akar berwarna kehijauan. Genus Chiloschista pertama kali dideskripsikan pada tahun 1832 dan kini mencakup 30 spesies yang tersebar dari Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler