Dokter berinisial PAP (31) tersebut diduga melancarkan aksi pemerkosaan terhadap FH (21) pada saat korban sedang menunggu ayahnya yang opname di RSHS tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat (Jabar), Komber Polisi Surawan mengatakan, PAP diringkus pada tanggal 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung, lima hari setelah dugaan kejadian pemerkosaan tersebut.
Berdasarkan keterangan Kombes Surawan, peristiwa ini terjadi pada pertengahan Maret 2025. Saat itu, FH mendampingi ayahnya yang sedang dalam kondisi kritis di RSHS Bandung.
Pada tanggal 18 Maret 2025 dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, dr PAP yang merupakan dokter residen anastesi, mengajak FH ke sebuah ruangan baru di Gedung MCHC RSHS yang belum digunakan.
Dengan dalih akan melakukan transfusi darah tanpa didampingi anggota keluarga lain, PAP meminta FH mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepaskan seluruh pakaiannya di ruang nomor 711.
Kemudian tersangka PAP diduga menyuntikkan cairan bius melalui selang infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan kehilangan kesadaran.
”Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025. Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” kata Kombes Pol Hendra Rochmawan dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).
Murianews, Bandung – Seorang dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) diduga melakukan pemerkosaan terhadap wanita anak salah satu pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Dokter berinisial PAP (31) tersebut diduga melancarkan aksi pemerkosaan terhadap FH (21) pada saat korban sedang menunggu ayahnya yang opname di RSHS tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat (Jabar), Komber Polisi Surawan mengatakan, PAP diringkus pada tanggal 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung, lima hari setelah dugaan kejadian pemerkosaan tersebut.
Berdasarkan keterangan Kombes Surawan, peristiwa ini terjadi pada pertengahan Maret 2025. Saat itu, FH mendampingi ayahnya yang sedang dalam kondisi kritis di RSHS Bandung.
Pada tanggal 18 Maret 2025 dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, dr PAP yang merupakan dokter residen anastesi, mengajak FH ke sebuah ruangan baru di Gedung MCHC RSHS yang belum digunakan.
Dengan dalih akan melakukan transfusi darah tanpa didampingi anggota keluarga lain, PAP meminta FH mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepaskan seluruh pakaiannya di ruang nomor 711.
Kemudian tersangka PAP diduga menyuntikkan cairan bius melalui selang infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan kehilangan kesadaran.
”Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025. Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” kata Kombes Pol Hendra Rochmawan dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).
Korban tidak tahu...
Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian kembali dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya.
Merasa ada yang tidak beres, korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar.
Setelah menerima laporan, polisi melakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya.
Berdasarkan bukti dan keterangan saksi yang dikumpulkan, penyidik menetapkan PAP sebagai tersangka dan menangkapnya pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung.
Saat penangkapan, menurut Kombes Surawan, tersangka sempat mencoba melakukan percobaan bunuh diri dengan melukai pergelangan tangannya.
Dari hasil penyelidikan, polisi berhasil mengumpulkan sejumlah barang bukti, di antaranya sisa sperma di tubuh korban serta alat kontrasepsi yang diduga digunakan pelaku.
Sampel tersebut telah dibekukan dan akan diuji melalui tes DNA untuk memastikan kecocokannya dengan DNA pelaku.
Penyidik menjerat tersangka PAP dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Lebih lanjut, Kombes Surawan mengungkapkan jika dari pemeriksaan awal, terindikasi adanya kelainan seksual pada diri pelaku. Pihak kepolisian akan memperkuat temuan ini dengan melakukan pemeriksaan psikologi forensik terhadap tersangka.
”Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” kata Kombes Surawan.