MK: Pidana Hoaks di UU ITE Harus Picu Kerusuhan Fisik, Bukan Digital
Cholis Anwar
Selasa, 29 April 2025 13:09:00
Murianews, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait penafsiran pasal penyebaran hoaks dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
MK memutuskan, tindakan menyebarkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau hoaks, baru dapat dipidana jika terbukti menimbulkan kerusuhan di ruang fisik, bukan sekadar di ruang digital.
Keputusan ini merupakan jawaban MK atas permohonan uji materiil terhadap makna kata ”kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE.
”Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (29/4/2025) sebagaimana dikutip dari Antara.
MK menyatakan kata ”kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ”kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber”.
Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur perbuatan yang dilarang dalam kegiatan transaksi elektronik.
Pasal tersebut semula berbunyi: ”Setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.”
Sementara itu, Pasal 45A ayat (3) UU ITE berisi tentang ketentuan pidana atas Pasal 28 ayat (3). Berdasarkan pasal ini, setiap orang yang melanggar Pasal 28 ayat (3) UU ITE dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Ketidakpastian hukum...
Dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan norma Pasal 28 ayat (3) UU ITE menciptakan ketidakpastian hukum jika dikaitkan dengan bagian penjelasannya.
Dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa kata ”kerusuhan” berarti kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan di ruang digital atau siber.



