Kasus ini bermula ketika Nikita Mirzani diduga menjelek-jelekkan produk perawatan kulit milik dokter RGP. Selain itu, ia juga diduga melakukan pemerasan terhadap korban hingga miliaran rupiah.
Pelaporan ini terkait dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Murianews, Jakarta – Artis Nikita Mirzani hari ini, Selasa (24/6/2025) menghadiri sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ia menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemerasan dan pengancaman terhadap bos perawatan kulit (skincare) berinisial RGP.
Tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa pagi pukul 10.01 WIB dengan tangan terborgol, Nikita menyapa wartawan dan menyatakan kondisinya baik.
”Kabarnya baik, Alhamdulillah,” ujarnya dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, dirinya siap memberikan pernyataan terkait kasus tersebut dalam persidangan.
Nikita juga mengaku mendapatkan dukungan dari putrinya, Laura Meizani atau Lolly.
”Anak aku, Lolly katanya mami semangat terus, Lolly doain yang terbaik,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menceritakan kegiatannya selama 19 hari ditahan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan sejak Kamis (5/6/2025).
”Aku dirawat sama ibu-ibu petugas rutan, kegiatannya belajar bikin rambut sampai olahraga,” tambahnya.
Pengancaman...
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyatakan berkas perkara Nikita Mirzani terkait kasus dugaan pemerasan dan pengancaman terhadap bos skincare telah dinyatakan lengkap (P21) pada Kamis (5/6/2025), sehingga bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan.
Kasus ini bermula ketika Nikita Mirzani diduga menjelek-jelekkan produk perawatan kulit milik dokter RGP. Selain itu, ia juga diduga melakukan pemerasan terhadap korban hingga miliaran rupiah.
Akibat hal tersebut, korban melaporkan Nikita Mirzani dan asistennya ke Polda Metro Jaya pada 3 Desember 2024.
Pelaporan ini terkait dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).