Hal ini dapat memaksa pabrik untuk berhenti menggiling tebu, yang berdampak pada tertundanya panen petani. Ia menyebut, tetes tebu lebih rentan disimpan dalam waktu lama dan membutuhkan wadah khusus yang terbatas.
”Kalau ini tidak ditindak segera... tetes di Rejoagung akan luber. Kalau ini luber berarti pabrik harus berhenti giling,” ungkap Soemitro.
Murianews, Jakarta – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengancam akan menggelar unjuk rasa di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Mereka mendesak agar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 segera direvisi.
Bagi APTRI, kebijakan ini dinilai merugikan petani tebu karena menyebabkan penumpukan stok molasis atau tetes tebu yang tidak terserap pasar.
Sekretaris Jenderal DPN APTRI, M Nur Khabsyin mengatakan, Permendag Nomor 16 Tahun 2025 membuka keran impor etanol tanpa batasan kuota. Padahal etanol adalah salah satu produk akhir dari pengolahan tetes tebu.
Imbasnya, tangki penyimpanan tetes tebu di pabrik gula hampir meluap lantaran tidak terserap.
”Kalau tidak direvisi atau tidak kembali ke Permendag yang sebelumnya (Permendag Nomor 8 Tahun 2024), petani tebu tetap akan melakukan unjuk rasa di Kementerian Perdagangan,” tegas Nur dikutip dari Detik.com, Kamis (28/8/2025).
Ketua Umum DPN APTRI, Soemitro Samadikoen, mendesak pemerintah untuk kembali memberlakukan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang telah dicabut.
Menurutnya, Permendag sebelumnya bisa mengendalikan impor etanol, yang pada akhirnya akan menyerap stok tetes tebu petani.
Jika Permendag Nomor 16 Tahun 2025 tidak segera direvisi, Soemitro khawatir stok tetes tebu di pabrik akan meluber.
Berhenti giling...
Hal ini dapat memaksa pabrik untuk berhenti menggiling tebu, yang berdampak pada tertundanya panen petani. Ia menyebut, tetes tebu lebih rentan disimpan dalam waktu lama dan membutuhkan wadah khusus yang terbatas.
”Kalau ini tidak ditindak segera... tetes di Rejoagung akan luber. Kalau ini luber berarti pabrik harus berhenti giling,” ungkap Soemitro.